Follow Us @soratemplates

Sunday 5 August 2012

Bukan Manipulasi


Kasih sayang itu refleks. Jika kau merasakan kasih sayang, sadarilah bahwa itu benar-benar karena menyayangi, bukan karena manipulasi.

Setiap orang bisa saja merasakan kasih sayang. Seharusnya, kasih sayang adalah bentuk sebuah ketulusan. Namun tak jarang kasih sayang yang dirasakan hanyalah semu semata, sebuah kasih sayang yang dimunculkan dengan tendensi tertentu di baliknya.

Ini bukan bermaksud memilah-milah atau bersikap suudzan dan tidak tahu terima kasih dengan kasih sayang yang sudah diberikan kepada kita. Tetapi, memahami ketulusan kasih sayang dapat menjadi kunci tersendiri pula untuk menentukan sikap, apakah kasih sayang itu berbalas atau justru sebaliknya tertolak.

Sebagai contoh ketika kita sedang mendapatkan sebuah musibah, entah sedang sakit atau ada kerabat yang meninggal. Bisa dipastikan ada beberapa simpati yang diberikan kepada diri kita. Simpati itu merupakan bentuk kasih sayang yang mereka berikan. Namun, kadang kita bisa merasakan mana ucapan simpati yang berasal dari hati, mana yang hanya di bibir.

Tanpa bermaksud tidak tahu terima kasih, simpati tadi bisa saja hanyalah sekedar manipulasi. Sikap seseorang yang semula tak terlalu peduli bisa mendadak peduli karena termanipulasi oleh berita musibah yang menimpa pada diri kita. Mungkin mereka pun menyampaikan benar-benar dari hati, tetapi karena berawal dari manipulasi, rasa itu bisa jadi kurang merasuk dalam diri kita. Berbeda dengan cinta refleks yang benar-benar tulus. Entah ada manipulasi ataupun tidak, ketulusan itu akan tetap terasa dalam jiwa.

Contoh nyata adalah cinta yang disampaikan Rasulullah kepada pengemis buta yang sering menyerapahinya. Beliau setiap hari menyuapi pengemis itu dengan cinta yang refleks tanpa manipulasi apapun. Hingga akhirnya beliau wafat dan peran itu digantikan oleh Abu Bakar. Beliau sama saja menyuapi pengemis itu. Tetapi pengemis itu pun menyadari bahwa Abu Bakar bukanlah orang yang biasa datang menyuapinya.

Cerita di atas menjadi bukti. Tentu saja Abu Bakar pasti menyuapi pengemis itu dengan kasih sayang. Tetapi, kasih sayang Abu Bakar muncul karena manipulasi ingin berbuat seperti Rasulullah. Beliau belum bisa memberikan segenap cinta dengan ketulusan refleks yang murni dari Rasulullah Shalalallahu ‘alaihi wassalam. Dan pengemis itu merasakannya. Ia mampu membedakan mana cinta yang refleks dan mana cinta yang bermula dari manipulasi.

Begitu pula dalam cinta yang kita alami sehari-hari. Kita bisa merasakan mana cinta yang tulus dengan harapan menjaga atau suci menuju surga. Cinta ini akan terasa menentrakam ibarat pengemis yang buta tapi tetap bisa merasakan. Di lain sisi kita juga bisa merasakan mana cinta buatan yang muncul karena manipulasi peristiwa tertentu. Yang bisa jadi cinta ini hanya bersifat insidental dengan tempo sesingkat-singkatnya di dunia, ibarat ucapan ‘semoga cepat sembuh’ di kala kita sedang terbaring tak berdaya.

Maka, kita bisa memilih. Manakah cinta yang akan kita ambil. Cinta abadi yang suci atau cinta sesaat karena manipulasi.

No comments:

Post a Comment