Kasih sayang itu refleks. Jika kau merasakan kasih sayang, sadarilah bahwa itu benar-benar karena menyayangi, bukan karena manipulasi.
Setiap orang bisa saja merasakan kasih sayang. Seharusnya,
kasih sayang adalah bentuk sebuah ketulusan. Namun tak jarang kasih sayang yang
dirasakan hanyalah semu semata, sebuah kasih sayang yang dimunculkan dengan
tendensi tertentu di baliknya.
Ini bukan bermaksud memilah-milah atau bersikap suudzan dan
tidak tahu terima kasih dengan kasih sayang yang sudah diberikan kepada kita.
Tetapi, memahami ketulusan kasih sayang dapat menjadi kunci tersendiri pula
untuk menentukan sikap, apakah kasih sayang itu berbalas atau justru sebaliknya
tertolak.
Sebagai contoh ketika kita sedang mendapatkan sebuah
musibah, entah sedang sakit atau ada kerabat yang meninggal. Bisa dipastikan
ada beberapa simpati yang diberikan kepada diri kita. Simpati itu merupakan
bentuk kasih sayang yang mereka berikan. Namun, kadang kita bisa merasakan mana
ucapan simpati yang berasal dari hati, mana yang hanya di bibir.
Tanpa bermaksud tidak tahu terima kasih, simpati tadi bisa
saja hanyalah sekedar manipulasi. Sikap seseorang yang semula tak terlalu
peduli bisa mendadak peduli karena termanipulasi oleh berita musibah yang
menimpa pada diri kita. Mungkin mereka pun menyampaikan benar-benar dari hati,
tetapi karena berawal dari manipulasi, rasa itu bisa jadi kurang merasuk dalam
diri kita. Berbeda dengan cinta refleks yang benar-benar tulus. Entah ada
manipulasi ataupun tidak, ketulusan itu akan tetap terasa dalam jiwa.
Contoh nyata adalah cinta yang disampaikan Rasulullah kepada
pengemis buta yang sering menyerapahinya. Beliau setiap hari menyuapi pengemis
itu dengan cinta yang refleks tanpa manipulasi apapun. Hingga akhirnya beliau
wafat dan peran itu digantikan oleh Abu Bakar. Beliau sama saja menyuapi
pengemis itu. Tetapi pengemis itu pun menyadari bahwa Abu Bakar bukanlah orang
yang biasa datang menyuapinya.
Cerita di atas menjadi bukti. Tentu saja Abu Bakar pasti
menyuapi pengemis itu dengan kasih sayang. Tetapi, kasih sayang Abu Bakar
muncul karena manipulasi ingin berbuat seperti Rasulullah. Beliau belum bisa
memberikan segenap cinta dengan ketulusan refleks yang murni dari Rasulullah
Shalalallahu ‘alaihi wassalam. Dan pengemis itu merasakannya. Ia mampu membedakan
mana cinta yang refleks dan mana cinta yang bermula dari manipulasi.
Begitu pula dalam cinta yang kita alami sehari-hari. Kita
bisa merasakan mana cinta yang tulus dengan harapan menjaga atau suci menuju surga.
Cinta ini akan terasa menentrakam ibarat pengemis yang buta tapi tetap bisa
merasakan. Di lain sisi kita juga bisa merasakan mana cinta buatan yang muncul
karena manipulasi peristiwa tertentu. Yang bisa jadi cinta ini hanya bersifat insidental
dengan tempo sesingkat-singkatnya di dunia, ibarat ucapan ‘semoga cepat sembuh’
di kala kita sedang terbaring tak berdaya.
Maka, kita bisa memilih. Manakah cinta yang akan kita ambil.
Cinta abadi yang suci atau cinta sesaat karena manipulasi.
No comments:
Post a Comment