Follow Us @soratemplates

Sunday, 12 August 2012

Bukan Barang


Kami bukan barang, yang bebas diperjualbelikan

Memang kami dimiliki lewat sebuah transaksi, tapi transaksi kami sah dan suci. Kami tidak terbeli hanya dengan seikat bunga atau selembar puisi, tetapi dengan sebuah mahar yang telah kami sepakati. Kami tidak terbeli dengan tawar-menawar seenaknya, tetapi dengan lamaran gentle yang diikuti musyawarah dan istikharah. Dan kami sah terbeli bukan dengan akad “Maukah kau menjadi…”, tetapi dengan ijab “Saya terima nikahnya…”

Memang kami dibeli, tapi kami tak sehina ini. Kami punya harga diri yang dinilai dengan kesungguhan sebuah mahar. Dan itu harga diri dan hak kami. Artinya kami bisa menuntut dan mengembalikan mahar ini, sekalipun kami berharap agar itu tak pernah terjadi. Na’udzubillah…

Kami bukan barang, yang sesuka hati dipesan

Memang kami bisa dipesan, tapi bukan dengan pesan asal-asalan yang tak ada kepastian jaminan. Kami bisa saja dipesan dengan selingkar cincin di sebuah jari, tapi kami tak ada jaminan bahwa mereka tak akan membeli cincin baru lagi. Kami bisa saja dipesan untuk hari, tanggal, dan jam tertentu, tetapi kami tak ada jaminan bahwa mereka tak akan melupakan itu.

Memang kami bisa dipesan dengan sebuah khitbah syar’i, tetapi kami bukan seonggok daging mati. Boleh saja sekarang khitbah dan satu jam lagi menikah. Tetapi, bagaimana jika menikah satu tahun lagi? Lagi-lagi kami tak menjamin bisa berkompromi dengan sang waktu. Bahkan kami tak punya jaminan untuk hidup kami sendiri.

Memang ketika kami sudah dipesan, kami tak berhak dipesan oleh orang lain lagi. Tetapi jika mereka asyik berkelana dan lupa diri, kami khawatir mereka lupa jalan untuk kembali. Kami boleh dipesan, tetapi ada batas waktu yang tak boleh berkepanjangan. Karena setiap pemesanan ada batas waktu, yang jika tak mampu berhak ditanyakan ulang, apakah tetap dipesan atau dibatalkan. Dan lagi-lagi, kami tak punya jaminan bahwa saat itu kami belum basi, alias mati.

Dan jika ternyata dibatalkan, bukan tak mungkin kami akan dipesan orang lain lagi. Bahkan bisa jadi tanpa pesan, tapi langsung beli. Mereka yang langsung memberikan bukti, bukan janji. Dengan prospek nyata sekarang juga, yaitu sebuah ijab qobul yang suci. Sekalipun kami sama-sama tak tahu apakah semenit setelahnya kami belum tentu mati.

Kami bukan barang, yang diciptakan untuk kepentingan delivery
 
Memang kami bisa sah dibeli tanpa kehadiran kami. Selagi ada wali dan saksi, maka sah sudah sebuah transaksi. Tetapi kami tak bisa seenaknya di-delivery. Kami tak bisa menjadi barang yang dibentuk sebagai tebusan melunasi hutang keluarga. Kami tak bisa dipesan sejak usia dini agar kelak menyatukan bisnis orang tua dengan relasi. Kami tak bisa pula diarahkan sedemikian rupa agar layak bersanding dengan putra mahkota demi memuluskan karir politik orang tua. Kami belum tentu bisa.

Karena kami memang bukan barang, tetapi wanita yang punya hati.


No comments:

Post a Comment