Follow Us @soratemplates

Tuesday, 7 August 2012

Betapa Rindu Hatiku


Ada rindu yang beradu
Membelenggu meski ragu
Ada rasa yang menyiksa
Merana tapi nyata

Katanya, rindu adalah salah satu tanda cinta. Rindu pada suasana tertentu, rindu pada suatu daerah, atau rindu pada seseorang. Jika kita merindu, maka kita mencinta. Kita cinta pada suasana, daerah, atau orang itu. Sesekali rindu itu menyenangkan. Membawa kita pada kenangan indah masa-masa sebelumnya. Tetapi tak jarang rindu pun terasa menyakitkan, merana, membelenggu.

Rindu tercipta karena ada rasa, sebuah rasa yang membersamai selama interaksi tercipta. Karena tanpa sebuah rasa, proses apapun tak akan mendapat bumbu olahan tambahan. Akhirnya, tak dapat melekat pula dalam kenangan.

Penciptaan kenangan ini dipengaruhi oleh alat indera yang kita gunakan. Semakin banyak indera yang kita pakai, didukung dengan semakin kuat pula rasa yang kita tambahkan, maka makin melekat pula kenangan yang kita miliki. Artinya, suatu saat nanti akan berpotensi pula semakin mendalam rindu yang terasa.

Contoh nyatanya seperti ini. Ketika kita ke bank, kita pasti berinteraksi dengan teller. Kita melihat teller, berbicara, dan mendengarkan teller memberikan instruksi. Tetapi ketika kita keluar dari bank, hampir tidak pernah kita rindu pada teller, bank, atau suasana transaksi dengan teller tersebut. Kenapa? Karena kita tidak membubuhkan rasa dalam kasus ini. Sekalipun ada, maksimal itu adalah rasa terima kasih karena sudah dibantu dalam proses transaksi.

Lain halnya dengan orang atau suasana lain. Misalkan ketika kita berbicara dengan A lantas ada rasa yang kita bubuhkan, bisa jadi pembicaraan dengan A itu akan selalu kita ingat-ingat. Mata kita juga sangat mungkin untuk memperhatikan bagaimana cara A berbicara. Telinga kita pun akan pasang kondisi siap siaga.

Ketika suatu saat nanti kita tidak berinteraksi dengan A lagi, maka kenangan pun akan terputar. Rasa akan ikut bermain. Bagaimana dahulu cara A berbicara, bagaimana suaranya, dan sebagaimana. Maka, rindu itupun menjadi terasa makin menyiksa seiring dengan makan banyaknya interaksi dan rasa yang dilibatkan.

Lalu, bagaimana agar tak ada rindu yang menyiksa?

Karena rindu tercipta berdasarkan interaksi indera dan rasa maka kita kendalikan dua-duanya. Yang pertama jelas dengan mengekang rasa, agar ia tidak tumpah pada saat dan waktu yang tidak semestinya. Cara kedua, dengan meminimalkan indera yang terlibat. Mata, mulut, telinga, apapun itu semua dijaga.

Karena mencegah lebih baik mengobati. Mencegah rindu menyiksa lebih baik daripada mengobati rindu yang membelenggu.

4 comments:

  1. tulisannya bertema sepertinya ya mb ramadhani..
    salam, azizah

    ReplyDelete
  2. Iya mb, azizah. Sedang ada program menulis dan tak sengaja mengambil tema tentang ini.

    ReplyDelete
  3. ciiie.. mbak avi, heem,,dicari mas muf* lho

    ReplyDelete
  4. i think i know who you are..

    ReplyDelete