Follow Us @soratemplates

Saturday 18 August 2012

Untuk Apa Nikah?


A’udzubillahiminassyaithonnirajim..

Ini bukanlah sebuah tulisan provokator yang mengajak orang agar tidak usah menikah. Bukan pula tulisan yang sarat benci dengan menganggap bahwa nikah itu tak penting. Semata-mata bukan itu, maka saya mengucap ta’awudz terlebih dahulu.

Lagi-lagi hanya merenungi esensi dari penikahan. Ketika seseorang akan melakukan ijab qabul, seorang petugas KUA bertanya, “Kenapa mau menikah dengan mas A?” Dan dengan malu-malu wanita itu menjawab karena cinta.

Lantas saya bertanya, untuk apa nikah? Apakah sekedar untuk melegalkan cinta?

Saya teringat komentar ibu ketika mengobrol jauh-jauh hari dulu. “Jika seseorang belum mampu dari segi maisyah dan ilmu, lebih baik ditunda dulu. Kalau terburu-buru, jangan-jangan nikahnya hanya karena nafsu.”
Mungkin terkesan begitu sarkasme. Tetapi jika ditelaah memang demikian adanya.

Tak ada keraguan bahwa menikah dapat mengendalikan nafsu. Tetapi menikah yang bagaimana? Tentu saja menikah yang telah diiringi dengan kesiapan. Artinya, dalam kasus ini mereka memang telah wajib untuk menikah. Namun, jika ternyata nafsu itu sudah ada tetapi kemampuan belum mengiringi juga, mungkinkah bahwa pernikahan itu hanya didasari nafsu semata?

Memang benar bahwa untuk menikah harus ada nafsu. Setidaknya rasa tertarik dengan pasangan yang akan dinikahi. Tetapi, jika hanya berlandaskan nafsu dan tak ada kesiapan lainnya, apakah hidup ke depannya hanya akan bermodalkan cinta?

Bisa saja sebenarnya hidup dengan modal cinta. Bukan dalam arti semua selesai dengan dibayar cinta, tetapi menggunakan cinta sebagai spiritnya. Misal, karena belum memiliki penghasilan tetap, maka menggunakan modal cinta sebagai spirit untuk mencari pekerjaan lainnya. Pun ketika merasa bahwa ilmu belum mencukupi, karena ada dorongan cinta yang demikian kuat untuk memberikan yang terbaik, maka belajarlah ia dengan sebaik-baiknya.

Sayangnya, cinta saja tak cukup. Ekstrimnya, cinta tak membikin perut menjadi kenyang. Lebih-lebih pernikahan seharusnya bukan semata-mata karena cinta. Akan lebih mulia kiranya jika menikah itu dijadikan sebagai sebuah ibadah. Dan tentunya sebuah ibadah bukan main-main belaka, yang asal membuat perhelatan tetapi diikuti dengan masa depan yang masih diawang-awang.

Seperti kata seorang ustadz, lihat untuk apa engkau mencari pasangan. Apakah ia cukup untukmu, ataukah seseorang yang siap untuk mendidik anakmu. Apakah menikah hanya kesenangan dunia, ataukah bekal untuk menggapai surge.

Maka, tanyakan lagi. Untuk apa kita menikah nanti?


2 comments:

  1. aaaaaaaaaah ,
    aku suka banget tulisanmu ini vi .
    *dan beberapa yang lain*, pengobat galau banget..

    ReplyDelete
  2. hehe.. jangan galau lah dez.. :D

    ReplyDelete