Prof. Bhisma
Pertama kita harus
tahu konsep tentang populasi dan sampel.
Populasi itu sangat
besar dan kita ga bisa meneliti semuanya. Makanya, kita pake sampel.
Sampel sebisa mungkin
adalah sampel yang representative. Maksudnya, sampel itu bisa mewakili
populasinya.
Nah ntar dari hasil
penelitian kita yang pake sampel itu bisa diterapkan ke seluruh populasinya.
Populasi yang dimaksud di sini adalah populasi sasaran.
Kalo kita neliti
semua populasi, itu namanya sensus.
Contohnya: sensus
penduduk, pemilu.
Ntar kalo quick count
baru pake sampel.
Misal kita mau neliti
tentang hubungan stroke dengan obesitas.
Kita tentukan dulu populasi sumber/populasi terjangkau.
Jadi ini merupakan sumber dari sampel.
Proses memilih sampel
ini dinamakan sampling.
Trus, sampel kita
analisis.
Kesimpulan dari
sampel itu dijadikan sebagai kesimpulan bagi populasi sumber.
Untuk penelitian yang
bagus, apa yang ada di sumber itu harus sama dengan apa yang ada di populasi.
Ini namanya validitas interna.
Karena kita mau
nentukan stroke yang gemuk, kita cari dulu orang stroke yang gemuk. Ini namanya
populasi sasaran/ target populasi.
Kalo ada yang ga
gemuk, ntar jadi populasi eksternal.
Seandainya kesimpulan
dari sampel juga cocok dengan populasi eksterna, berarti merujuk pada validitas eksterna.
Kalo mau validitas
eksterna, berarti kita harus valid dulu secara interna.
Sampling
Sampling itu memilih
sampel (memilih individu dari suatu populasi untuk menaksir hubungan/
karakteristik pada popuasi tersebut)
Karakteristik
penelitian yang bagus
- Kesimpulan kita harus benar / valid.
- Estimasi/taksirannya memilih presisi tinggi
- Konsisten (maksudnya dari uji statistik nilai p-nya
makin kecil)
Validitas itu
kebalikan dari kesalahan sistematis.
Presisi dan
konsistensi kebalikan kesalahan random.
Ilustrasinya kaya
gini:
Ada 2 mahasiswa. Si A
belajar dengan teratur dan sistematis. Si B belajarnya tidak teratur dan tidak
sistematis.
Setelah ujian, si A
mendapat nilai 90. Si B mendapat 60.
Di sini terlihat adanya
kesalahan sistematis.
Suatu ketika, si A
apes. Waktu ujian dia dapat 60.
Di sini namanya
kesalahan random.
Dalam penelitian,
kesalahan sistematis harus dihindari. Kalo kesalahan random tu sulit untuk
diprediksi. Kalo kesalahan sistematis udah bisa diatasi, baru kita membicarakan
tentang kesalahan random.
Contoh di penelitian:
Kalo kesalahan
sistematis tu salah cara pemilihan sampel.
Kalo kesalahan random
tu salah ukuran sampel. Kalo yang ini kan masih bisa diperbaiki ukurannya. Kalo
ukuran sampelnya tidak cukup besar, kesalahan randomnya akan besar.
Bisa digambarkan jadi
4 kuadran:
Pake tabel gitu. Di
barisnya adalah validitas. Untuk kolomnya presisi.
Yang paling bagus
adalah kuadran kiri atas (validitas tinggi, presisi tinggi).
Trus, lihat gambaran distribusi frekuensinya.
Terlihat kurva
normal. Nilai sampel sama dengan true value di populasi, berarti valid.
Trus perhatikan
distribusi frekuensinya lebar atau ga. Di sini ga terlalu lebar, berarti
presisinya tinggi.
Kanan atas: nilai
rata-rata sampel sama dengan true value, berarti valid.
Tapi variasinya agak
lebar sehingga presisinya rendah.
Kiri bawah: validitas
rendah, presisi tinggi. Kesimpulannya dari sampel lebih besar dari true value.
Jadi ga valid.
Walaupun presisinya
tinggi. Dilihat dari distribusi frekunsinya yang sempit.
Yang paling parah
kanan bawah. Validitias rendah, presisi lebar.
Trus parah kedua yang
no3. Soalnya dari awal aja udah salah (ga valid).
Sistematik error itu
bias.
Terjadi karena adanya
simpangan/deviasi antara nilai sesungguhnya pada populasi sasaran dengan
estimasi kita pada sampel.
Sistematik error
terjadi dari 3 kondisi:
1. Memilih sampelnya salah (bias seleksi)
2. Mengukurnya salah/alat ga valid (bias informasi)
3. Faktor lain yang ikut mempengaruhi (faktor perancu)
Random error terjadi
karena variasi random. Bisa karena:
1. Samplingnya terlalu kecil
2. Kesalahan random dalam mengukur variabel.
Kesalahan random bisa
digambarkan dengan distribusi yang bentuknya seperti bell.
Kesalahan random bisa
berkurang atau menurun jika kita meningkatkan ukuran sampel. Misalnya dengan
berkali-kali melakukan pengukuran.
Ukuran sampel
penting. Kalo ukuran sampel terlalu kecil, nilai p yang kita dapatkan akan
lebih dari 0,05. Berarti ga signifikan. artinya tidak konsisten. Presisinya
juga rendah.
Sekarang, analisis gambar
Sumbu x mencerminkan
jumlah sampel.
Sumbu y ada 2. Bisa
sistematik error dan random error.
Random error dengan
memperbesarkan ukuran sampel, maka akan menurun sampe tidak ada. Tidak ada itu
jika jumlah sampel sama dengan populasi.
Tapi kalo sistematik
error ditambah jumlah sampelnya, tetep aja ga ngaruh.
Contoh penelitian:
kita mau meneliti tekanan darah dari 100 orang.
Mean: tekanan darah
semuanya dijumlahkan dibagi 100.
Tensimeter yang
digunakan yang sudah bocor. Mansetnya sudah robek.
Pertanyaannya, mana
yang lebih baik, pengukuran dari 3 orang dibanding pengukuran dengan 100 orang?
Sama aja. Kenapa?
Soalnya alatnya udah salah.
Ini namanya
sistematik error. Tepatnya, bias informasi.
Setelah itu, kita
ganti tensi yang baru dan udah ditera.
Trus kita ukur 3
orang dengan 20 orang untuk menggambarkan 100 orang itu.
Pertanyaannya, mana
yang lebih baik dari 3 orang dan 20 orang untuk menggambarkan 100 orang tadi?
Tentu aja yang 20.
Tapi syaratnya alatnya tadi udah bener.
Distribusi frekuensi
akan makin melebar kalau sampelnya makin kecil.
Liat di gambarnya ya teman…
DESIGN SAMPLING
Intinya, cara
sampling dibedakan jadi dua;
1. Random sampling
2. Non-random sampling
Random ada 3
1. Simple random sampling
Setiap anggota dari populasi memiliki probabilitas
yang diketahui untuk terpilih.
Kalo yang diketahui itu sama, berarti simple.
2. Stratified random sampling
Kita pakai stratifikasi dulu.
Misal kita mau ukur tekanan darah. Ada orang gemuk,
sedeng, dan kurus. Kita bagi dulu jadi 3 kelompok: gemuk, sedang, kurus.
Dari masing-masing kelompok itu kita lakukan random
sampling.
3. Cluster random sampling
Contohnya quick count pemilu. Provinsi dipilih dulu secara random. Trus
dipilih lagi secara random kabupatennya. Random lagi kecamatannya. Ntar masih
random lagi TPSnya. Ntar di TPS baru semuanya dihitung.
Kalo yang non-random
sampling ada 2
1. Purposive sampling
Menurut tujuan tertentu dari peneliti. Memilih sampel
untuk karakteristik tertentu.
2. Convenience sampling
Mencari sampel yang enak atau aksesibel.
Misalnya kita berdiri di depan pintu masuk grand mall
trus neliti setiap orang yang masuk.
Kesannya memang mudah. Tapi kecil kemungkinannya untuk merepresentasikan
populasi.
Sampel biasanya diambil
dari studi cohort. Studi yang udah dilakukan bertahun-tahun, ntar kita pilih
mana kelompoknya yang kita ambil. Ntar dipilih yang fixed exposure sampling.
Bisa juga yang lebih
simpel, dengan studi case control. Kita cuma ngliat saat ini trus ngliat ke
belakang apakah ada faktor risikonya ga. Kalo ini ntar dipih yang fixed disease
sampling karena kita milihnya berdasarkan penyakitnya.
Kalo digambarkan di diagram, yang kanan itu fixed
disease sampling…
Mana gambarnya??? Pura-puranya udah ada slidenya gitu
ya teman… T.T
Contohnya mau neliti
rokok dengan kanker paru.
Kita tentukan
kelompok perokok dan kelompok tidak merokok. Keduanya harus bebas/belum sakit
kanker paru. Nanti setelah 20-40 tahun dicek kanker parunya.
Ini namanya studi
cohort yang non-disease sampling.
Trus, kita harus
membedakan antara beda mean dengan beda proporsi.
Ntar ada rumusnya. Liat di slide aja ya teman…
Misal: rokok/tidak
perkokok, kan data nominal kategorikal. Jadi ngliatnya ntar presentasinya.
Berarti kita pake beda proporsi.
Kalo misalnya bisa
dicari rata-ratanya, berarti nanti pakai beda mean.
Tinggal pilih kalo beda mean, ya pake rumus beda
mean. Kalo beda proporsi, ya pake rumus beda proporsi.
Misal kita mau neliti
dengan sampel. Nanti untuk mencari sampel, kita pake rumus ukuran sampel.
Rumus ini fungsinya
untuk menentukan jumlah sampel yang nantinya akan dapat hasil kesimpulan yang
signifikan.
Kalo misalnya kita
ambil sampelnya kok kurang dari ukuran sampel, berarti penelitian kita
presisinya rendah, ga signifikan.
Misal mau neliti
tekanan darah mahasiswa FK di Indonesia.
Pertama, TD rata-rata
perempuan 120, laki 135
Kedua, TD rata-rata
perempuan 120, laki 125
Mana penelitian yang
sampelnya butuh lebih besar?
Misal lagi cari jarum
dalam jerami. Bandingkan waktu yang dibutuhkan. Waktu yang lebih lama itu
ibaratnya ukuran sampel.
Kalo perbedaannya
mencolok, berarti jumlah sampelnya dikit.
Makin besar jumlah
sampel jika efek di populasinya itu perbedaannya kecil.
Kalo perbedaannya
besar berarti ga perlu sampel banyak.
MEAN
Kalo ini
kebalikannya. Kalo varian makin besar, jumlah sampel makin besar.
FINAL WORD!!!!
Sampel harus dipilih
dengan cara yang benar, sehingga bisa merepresentasikan secara akurat populasi
itu.
Kalo ga benar, jadi
sistematik error. Akhirnya menyebabkan estimasi ga valid.
Ukuran sampel perlu
sukup besar, supaya memberi hasil yang signifikan. Artinya menjamin biar
konsisten dan presisinya tinggi.
Kalo ga, akan
menyebabkan random error. Akhirnya presisinya ga tinggi.
prof nya itu pembimbing tesis saya. orangnya hebat
ReplyDelete