Follow Us @soratemplates

Monday 7 November 2011

POPULASI, SAMPLING, SAMPEL


Prof. Bhisma

Pertama kita harus tahu konsep tentang populasi dan sampel.
Populasi itu sangat besar dan kita ga bisa meneliti semuanya. Makanya, kita pake sampel.
Sampel sebisa mungkin adalah sampel yang representative. Maksudnya, sampel itu bisa mewakili populasinya.

Nah ntar dari hasil penelitian kita yang pake sampel itu bisa diterapkan ke seluruh populasinya. Populasi yang dimaksud di sini adalah populasi sasaran.

Kalo kita neliti semua populasi, itu namanya sensus.
Contohnya: sensus penduduk, pemilu.
Ntar kalo quick count baru pake sampel.

Misal kita mau neliti tentang hubungan stroke dengan obesitas.
Kita tentukan dulu populasi sumber/populasi terjangkau. Jadi ini merupakan sumber dari sampel.
Proses memilih sampel ini dinamakan sampling.
Trus, sampel kita analisis.
Kesimpulan dari sampel itu dijadikan sebagai kesimpulan bagi populasi sumber.

Untuk penelitian yang bagus, apa yang ada di sumber itu harus sama dengan apa yang ada di populasi.
Ini namanya validitas interna.

Karena kita mau nentukan stroke yang gemuk, kita cari dulu orang stroke yang gemuk. Ini namanya populasi sasaran/ target populasi.
Kalo ada yang ga gemuk, ntar jadi populasi eksternal.

Seandainya kesimpulan dari sampel juga cocok dengan populasi eksterna, berarti merujuk pada validitas eksterna.
Kalo mau validitas eksterna, berarti kita harus valid dulu secara interna.

Sampling
Sampling itu memilih sampel (memilih individu dari suatu populasi untuk menaksir hubungan/ karakteristik pada popuasi tersebut)

Karakteristik penelitian yang bagus
-       Kesimpulan kita harus benar / valid.
-       Estimasi/taksirannya memilih presisi tinggi
-       Konsisten (maksudnya dari uji statistik nilai p-nya makin kecil)

Validitas itu kebalikan dari kesalahan sistematis.
Presisi dan konsistensi kebalikan kesalahan random.

Ilustrasinya kaya gini:
Ada 2 mahasiswa. Si A belajar dengan teratur dan sistematis. Si B belajarnya tidak teratur dan tidak sistematis.
Setelah ujian, si A mendapat nilai 90. Si B mendapat 60.
Di sini terlihat adanya kesalahan sistematis.
Suatu ketika, si A apes. Waktu ujian dia dapat 60.
Di sini namanya kesalahan random.

Dalam penelitian, kesalahan sistematis harus dihindari. Kalo kesalahan random tu sulit untuk diprediksi. Kalo kesalahan sistematis udah bisa diatasi, baru kita membicarakan tentang kesalahan random.

Contoh di penelitian:
Kalo kesalahan sistematis tu salah cara pemilihan sampel.
Kalo kesalahan random tu salah ukuran sampel. Kalo yang ini kan masih bisa diperbaiki ukurannya. Kalo ukuran sampelnya tidak cukup besar, kesalahan randomnya akan besar.

Bisa digambarkan jadi 4 kuadran:
Pake tabel gitu. Di barisnya adalah validitas. Untuk kolomnya presisi.
Yang paling bagus adalah kuadran kiri atas (validitas tinggi, presisi tinggi).
Trus, lihat gambaran distribusi frekuensinya.
Terlihat kurva normal. Nilai sampel sama dengan true value di populasi, berarti valid.
Trus perhatikan distribusi frekuensinya lebar atau ga. Di sini ga terlalu lebar, berarti presisinya tinggi.

Kanan atas: nilai rata-rata sampel sama dengan true value, berarti valid.
Tapi variasinya agak lebar sehingga presisinya rendah.

Kiri bawah: validitas rendah, presisi tinggi. Kesimpulannya dari sampel lebih besar dari true value. Jadi ga valid.
Walaupun presisinya tinggi. Dilihat dari distribusi frekunsinya yang sempit.

Yang paling parah kanan bawah. Validitias rendah, presisi lebar.
Trus parah kedua yang no3. Soalnya dari awal aja udah salah (ga valid).

Sistematik error itu bias.
Terjadi karena adanya simpangan/deviasi antara nilai sesungguhnya pada populasi sasaran dengan estimasi kita pada sampel.

Sistematik error terjadi dari 3 kondisi:
1.    Memilih sampelnya salah (bias seleksi)
2.    Mengukurnya salah/alat ga valid (bias informasi)
3.    Faktor lain yang ikut mempengaruhi (faktor perancu)

Random error terjadi karena variasi random. Bisa karena:
1.    Samplingnya terlalu kecil
2.    Kesalahan random dalam mengukur variabel.

Kesalahan random bisa digambarkan dengan distribusi yang bentuknya seperti bell.

Kesalahan random bisa berkurang atau menurun jika kita meningkatkan ukuran sampel. Misalnya dengan berkali-kali melakukan pengukuran.

Ukuran sampel penting. Kalo ukuran sampel terlalu kecil, nilai p yang kita dapatkan akan lebih dari 0,05. Berarti ga signifikan. artinya tidak konsisten. Presisinya juga rendah.

Sekarang, analisis gambar
Sumbu x mencerminkan jumlah sampel.
Sumbu y ada 2. Bisa sistematik error dan random error.

Random error dengan memperbesarkan ukuran sampel, maka akan menurun sampe tidak ada. Tidak ada itu jika jumlah sampel sama dengan populasi.
Tapi kalo sistematik error ditambah jumlah sampelnya, tetep aja ga ngaruh.

Contoh penelitian: kita mau meneliti tekanan darah dari 100 orang.
Mean: tekanan darah semuanya dijumlahkan dibagi 100.
Tensimeter yang digunakan yang sudah bocor. Mansetnya sudah robek.
Pertanyaannya, mana yang lebih baik, pengukuran dari 3 orang dibanding pengukuran dengan 100 orang?
Sama aja. Kenapa? Soalnya alatnya udah salah.
Ini namanya sistematik error. Tepatnya, bias informasi.

Setelah itu, kita ganti tensi yang baru dan udah ditera.
Trus kita ukur 3 orang dengan 20 orang untuk menggambarkan 100 orang itu.
Pertanyaannya, mana yang lebih baik dari 3 orang dan 20 orang untuk menggambarkan 100 orang tadi?
Tentu aja yang 20. Tapi syaratnya alatnya tadi udah bener.

Distribusi frekuensi akan makin melebar kalau sampelnya makin kecil.
Liat di gambarnya ya teman…

DESIGN SAMPLING
Intinya, cara sampling dibedakan jadi dua;
1.    Random sampling
2.    Non-random sampling
Random ada 3
1.    Simple random sampling
Setiap anggota dari populasi memiliki probabilitas yang diketahui untuk terpilih.
Kalo yang diketahui itu sama, berarti simple.
2.    Stratified random sampling
Kita pakai stratifikasi dulu.
Misal kita mau ukur tekanan darah. Ada orang gemuk, sedeng, dan kurus. Kita bagi dulu jadi 3 kelompok: gemuk, sedang, kurus.
Dari masing-masing kelompok itu kita lakukan random sampling.
3.    Cluster random sampling
Contohnya quick count pemilu. Provinsi dipilih dulu secara random. Trus dipilih lagi secara random kabupatennya. Random lagi kecamatannya. Ntar masih random lagi TPSnya. Ntar di TPS baru semuanya dihitung.

Kalo yang non-random sampling ada 2
1.    Purposive sampling
Menurut tujuan tertentu dari peneliti. Memilih sampel untuk karakteristik tertentu.
2.    Convenience sampling
Mencari sampel yang enak atau aksesibel.
Misalnya kita berdiri di depan pintu masuk grand mall trus neliti setiap orang yang masuk.
Kesannya memang mudah. Tapi kecil kemungkinannya untuk merepresentasikan populasi.

Sampel biasanya diambil dari studi cohort. Studi yang udah dilakukan bertahun-tahun, ntar kita pilih mana kelompoknya yang kita ambil. Ntar dipilih yang fixed exposure sampling.
Bisa juga yang lebih simpel, dengan studi case control. Kita cuma ngliat saat ini trus ngliat ke belakang apakah ada faktor risikonya ga. Kalo ini ntar dipih yang fixed disease sampling karena kita milihnya berdasarkan penyakitnya.
Kalo digambarkan di diagram, yang kanan itu fixed disease sampling…
Mana gambarnya??? Pura-puranya udah ada slidenya gitu ya teman… T.T

Contohnya mau neliti rokok dengan kanker paru.
Kita tentukan kelompok perokok dan kelompok tidak merokok. Keduanya harus bebas/belum sakit kanker paru. Nanti setelah 20-40 tahun dicek kanker parunya.
Ini namanya studi cohort yang non-disease sampling.

Trus, kita harus membedakan antara beda mean dengan beda proporsi.
Ntar ada rumusnya. Liat di slide aja ya teman…
Misal: rokok/tidak perkokok, kan data nominal kategorikal. Jadi ngliatnya ntar presentasinya. Berarti kita pake beda proporsi.
Kalo misalnya bisa dicari rata-ratanya, berarti nanti pakai beda mean.
Tinggal pilih kalo beda mean, ya pake rumus beda mean. Kalo beda proporsi, ya pake rumus beda proporsi.

Misal kita mau neliti dengan sampel. Nanti untuk mencari sampel, kita pake rumus ukuran sampel.
Rumus ini fungsinya untuk menentukan jumlah sampel yang nantinya akan dapat hasil kesimpulan yang signifikan.

Kalo misalnya kita ambil sampelnya kok kurang dari ukuran sampel, berarti penelitian kita presisinya rendah, ga signifikan.

Misal mau neliti tekanan darah mahasiswa FK di Indonesia.
Pertama, TD rata-rata perempuan 120, laki 135
Kedua, TD rata-rata perempuan 120, laki 125
Mana penelitian yang sampelnya butuh lebih besar?

Misal lagi cari jarum dalam jerami. Bandingkan waktu yang dibutuhkan. Waktu yang lebih lama itu ibaratnya ukuran sampel.

Kalo perbedaannya mencolok, berarti jumlah sampelnya dikit.
Makin besar jumlah sampel jika efek di populasinya itu perbedaannya kecil.
Kalo perbedaannya besar berarti ga perlu sampel banyak.

MEAN
Kalo ini kebalikannya. Kalo varian makin besar, jumlah sampel makin besar.

­FINAL WORD!!!!
Sampel harus dipilih dengan cara yang benar, sehingga bisa merepresentasikan secara akurat populasi itu.
Kalo ga benar, jadi sistematik error. Akhirnya menyebabkan estimasi ga valid.

Ukuran sampel perlu sukup besar, supaya memberi hasil yang signifikan. Artinya menjamin biar konsisten dan presisinya tinggi.
Kalo ga, akan menyebabkan random error. Akhirnya presisinya ga tinggi.

1 comment:

  1. prof nya itu pembimbing tesis saya. orangnya hebat

    ReplyDelete