Wanita itu diciptakan sebagai
makhluk yang cantik. Percaya atau tidak, memang demikian adanya. Terlepas dari
cantik itu relatif, semua wanita pasti cantik. Saya semakin merasakannya
akhir-akhir ini.
Pernah di kala iseng, mata saya
mulai jelalatan tak karuan. Waktu itu saya sedang duduk sendirian di sudut
mushola. Saya memandangi teman saya yang sedang ngobrol. Hm…, sungguh sangat cantik.
Padahal semula saya tak terlalu memperdulikannya.
Beralih ke orang lain dan saya
menemukan bahwa orang itupun menggemaskan. Entah matanya, entah putih kulitnya,
entah cara senyumnya, entah hidungnya, entah lemah lembutnya, apapun itu
membuat saya mengambil kesimpulan bahwa semua wanita yang saya temui di mushola
itu terasa sangat cantik.
Saya jadi teringat ucapan seorang
teman. Dia berkomentar ketika melihat seorang teman yang luar biasa cantiknya,
“Menurutku yang sesama cewek aja dia cantik, apalagi di mata cowok?”. Saya
mengiyakan, dan saya pun buru-buru istigfar.
Ya, memang dijadikan indah di mata
kaum pria tentang wanita. Jika di mata wanita saja sudah indah, bagaimana di
mata pria yang akan menangkapnya menjadi lebih indah. Jika wanita saja
mengagumi sedemikian rupa, bagaimana pria akan mengagumi dengan tergila-gila.
Ya, fitnah wajah dari seorang wanita.
Sayangnya, tak banyak wanita yang
tahu tentang itu. Satu demi satu justru semakin memoles wajahnya untuk mendapat
kecantikan semu. Okelah, dia tidak bermaksud menjadikan wajahnya cantik demi
membuat pria tergila-gila. Tetapi, ketika wanita saja mengagumi dirinya yang
makin cantik, bagaimana tidak dengan kaum pria. Toh, tanpa make up apapun pada
dasarnya wanita tetap cantik. Amati saja wajahnya lekat-lekat, akan kita temu
barang satu titik saja dimana ia akan terlihat begitu mempesona.
Saya jadi teringat salah satu
artikel dari sebuah majalah. Kurang lebih judulnya, “Cantikmu untuk siapa?”.
Ya, wanita memang cantik. Tetapi untuk siapa? Wanita memang perhiasan, tetapi
untuk siapa? Tentu bukan dijadikan sebagai model santapan mata-mata kagum entah
wanita maupun pria.
Saya bahkan heran jika ada wanita
yang marah-marah karena pria jelalatan. Okelah, pria salah karena tidak
mengontrol pandangannya. Tapi, apakah wanita tak merasa salah karena memberi
sajian pemandangan yang mempesona? Pantas saja jika pria begitu karena wanita
bertindak lebih dulu.
Maka, salahkah jika saya
berdecak, “Cantikmu, wahai saudariku”. Cantik untuk apa dan cantik untuk siapa.
Mari kita jawab meski dalam hati
saja.
No comments:
Post a Comment