Ada cerita menarik ketika saya mengelola sebuah majalah
keluarga. Suatu ketika di rubrik konsultasi keluarga, ada seorang ikhwan yang
melayangkan SMS konsultasi. Dia menyampaikan dilemma hatinya karena sudah
memiliki pekerjaan tetap namun belum memiliki keberanian untuk menikah. Sebagai
seorang redaktur, saya pun hanya menyampaikan pertanyaan tersebut pada kontributor
dan mengetik jawabannya begitu tersedia. Yup, pekerjaan saya selesai sampai di
sini.
Ternyata saya keliru. Ketika akhirnya majalah edisi tersebut
terbit, ada seorang pembaca yang menghubungi redaksi. Apa gerangan? Ternyata
dia adalah seorang akhwat yang hendak menyalonkan diri melamar untuk ikhwan
yang bertanya di rubrik konsultasi tersebut.
Subhanallah… Bahkan saya sama sekali tidak menyangka
bagaimana majalah yang kami kelola bisa menjadi ajang mencari jodoh untuk para
pembaca. Tetapi saya kemudian tersadar bahwa meski lewat majalah atau tidak,
kalau memang sudah jodoh pasti akan bertemu.
Ya, tulang rusuk memang tak akan keliru. Jika keliru, pasti
akan terasa sakit. Nyeri, ngilu. Ibaratnya seperti teori lock and key di
pelajaran biologi SMA dulu. Gembok A pasti hanya akan bisa dibuka dengan kunci
A, tak akan bisa diganti dengan kunci B. Oke, barangkali kunci B bisa saja asal
menancap di gembok A. Tapi pada akhirnya gembok tidak akan bisa terbuka.
Itulah hakikatnya pasangan hidup. Mereka juga seperti gembok
dan kunci itu. Jikalau memiliki sebuah hubungan, mau dipertahankan seperti
apapun tidak akan berhasil jika bukan kunci dari gemboknya. Mau berkelana ke
berjuta pria atau wanita sekalipun tak akan berhenti sebelum mendapat kunci
dari gemboknya.
Perkaranya adalah bagaimana menemukan kunci yang tepat.
Bukankah Allah sudah mengatakan pria baik untuk wanita baik, pria buruk untuk
wanita buruk? Kejam, barangkali. Serasa tidak ada kesempatan bagi wanita buruk untuk
mendapatkan pria yang lebih baik. Tetapi, bukan itu esensinya. Poin yang
diambil justru berusahalah menjadi orang yang baik agar nantinya mendapat
pasangan yang baik.
Padahal teori yang baik akan mendapat yang baik, yang buruk
mendapat yang buruk, tak selamanya salah. Coba bayangkan, bagaimana mungkin
seorang ahli ibadah yang gemar ke masjid akan bersama dengan ahli maksiat yang
gemar ke pub. Dari tempat yang akan dikunjungi saja sudah berbeda. Karena gemar
di tempat yang berbeda, kesempatan mereka untuk bertemu pun berbeda. Lebih-lebih
kesempatan untuk berniat menjadikan pasangan. Maka, benar kiranya jika akhirnya
pasangan ahli ibadah itu seorang ahli ibadah pula. Pun sebaliknya. Demikian
juga dalam kasus saya, pembaca majalah saya pun berkesempatan mendapat pasangan
sesama pembaca pula.
Jika memang waktu dan tempat itula yang akan menentukan,
tinggal bagaimana kita mendapatkannya. Di tempat yang tepatkah, di saat yang
tepat pulakah? Kita sama-sama tidak tahu. Tetapi selagi itu belum terjadi,
berusaha saja menjadi kunci dan gembok yang pas untuk pasangan kita.
Jika suami yang kita harapkan adalah ahli ibadah, siapkan
untuk jadi gembok yang ahli ibadah. Jika suami yang kita harapkan adalah orang
yang cerdas, siapkan diri pula untuk jadi gembok yang gemar belajar. Demikian
sebaliknya. Jika mengharapkan istri yang penyayang, jadilah kunci yang memiliki
kelembutan hati dan kasih sayang. Jika mengharapkan istri yang taat, jadilah
kunci yang bisa memimpin dengan tepat.
Ya, teori gembok dan kunci memang hanya bisa kita upayakan.
Jika ternyata gembok dan kunci yang kita cari belum pas, tenang saja, Allah
telah menciptakan tulang rusuk yang tak akan mungkin keliru. Yang pasti akan
sama bagusnya, atau bahkan sama buruknya. Naudzubillah…
Karena memang tak ada yang pasti hingga akad selesai
terucap. Maka, berusaha sajalah untuk jadi gembok dan kunci yang baik sehingga
mendapat pasangan yang baik pula. Insya Allah..
Ukhtiiiii.. jazakilllahu khairan, tulisannya.. *smile*
ReplyDeleteWaiyaki ukhti zahra..
ReplyDeleteLama tidak blogwalking ni.. :)