dr.
Bintang, Sp.OT
Trimordial death distribution
- Puncak
1: kalo pasien datang, dalam beberapa detik mati karena traumanya hebat.
Kalo
RS-nya fasilitasnya ga lengkap, ga akan bisa menyelamatkan. Pasien mati, tapi
kematiannya bisa diterima. Artinya, pihak RS ga bisa dituntut karena memang ga
punya fasilitasnya.
- Puncak
2: Kematian masih bisa diprevensi dengan penanganan yang tepat, cepat, akurat.
Jika
pasien mati, RS bisa disalahkan karena sebenarnya RS mampu untuk memberikan penanganan
yang tepat.
- Puncak
3: Kematian setelah pasien beberapa hari atau minggu setelah trauma. Maksudnya,
traumanya sudah teratasi. Tapi, organ-organ tubuh sudah tidak bisa
mengompensasi.
Kalau pasien
mati, RS tidak bisa dituntut karena sudah berusaha mengatasi traumanya.
Prinsip penanganan trauma
Penanganan trauma tidak bisa disamakan
dengan penanganan penyakit pada umumnya.
- Ga
bisa enak-enakan anamnesis dulu
- Ga
bisa periksa ini itu dulu
- Kalo
di poli, buat DD dulu, tapi di trauma ga butuh itu dulu
Yang penting kita bisa menyelamatkan
jiwanya.
So, mindset untuk trauma harus
diperbaiki dulu.
Prinsip penanganannya yaitu
1. Utamakan
keselamatan jiwanya dulu
2. Langsung
action, ga usah mikir ini kira-kira kenapa
3. Ga
usah banyak tanya. Talk less do more..
Penyebab utama kematian awal
- Tersumbatnya
air way, entah mulai hidung, bronkus, dll sampe paru.
- Kelainan
bernafas. Kalo yang ini gangguannya di paru-parunya.
- Kehilangan
volume darah.
Tidak
selalu perdarahan yang bisa dilihat. Contohnya perdarahan cavum thorak, cavum
abdomen, cavum pelvis. Ketiganya tidak terlihat tapi
PS:
cavum cranii tidak termasuk, soalnya crania itu rentan banget terhadap
penambahan darah sedikit saja.
- Peningkatan
volume intracranial (nyambung sama
penjelesan PS di atas)
Penangannya dengan sistem ABCDE
(airway, breathing, circulation, disability, exposure)
Trauma dianggap sebagai sebuah
penyakit. Hostnya adalah penderitanya dan vectornya adala kendaraan bermotor,
senjata, dll.
Penilaian trauma harus cepat tepat
untuk mencegah kematian. Makanya, ada metode initial assesment.
Prinsipnya harus urut juga ABCDE, ga
bisa asal-asalan. Kerjanya juga tim, ga bisa sok-sokan ngerjain sendiri.
Preparation
prehospital system
Ketika ada trauma harus ada kesiapan
yang baik. Trasportasinya harus baik (ambulan yang siap). Di dalam ambulan
harus ada pemantauan pelayanan secara periodik. Dan dikirimkan ke RS terdekat
tapi fasilitasnya memadai.
Untuk penanganannya juga harus
aseptic, minimal banget pake sarung tangan.
TRIAGE
Untuk memilah pasien sesuai kemampuannya.
PRIMARY
SURVEY
Tidak membeda-bedakan apakah dia
anak-anak, dewasa, atau ibu hamil. Pokoknya semua dicek ABCDE-nya.
Yang diperhatikan kalo geriatric
karena udah banyak manifest di organ tubuhnya. Jadi, outcomenya tergantung
kondisi tubuh si pasien. Kemungkinan gagalnya bisa lebih banyak.
Misal hipoksia. Kalo anak-anak, masih
bisa kompensasi. Tapi kalo geriatric mau kompensasi pernafasan ditingkatkan,
bisa-bisa malah cardiac arrest.
Airway
Perhatikan jangan-jangan ada kelainan
alat, ketidakmampuan melakukan tindakan, truma di organnya yang ternyata tidak
kita deteksi, kehilangan airway yang progresif.
Perhatikan spinal protection. Jangan
karena niatnya mau nolong korban, malah jadi ‘membunuh’ korban.
Breathing
Lakukan asses dan oksigenasi, kalo
perlu beri ventilasi. Pake intubasi.
Ventilasi maksudnya memberi support
tekanan oksigen ke paru-paru.
Sudah dilakukan intubasi, tapi kok ga
berhasil-hasil. Oke, pemikiran pertama intubasinya rusak. Tapi misal ga, bisa
aja itu pitfalls. Contoh paru-paru kolaps, jadinya ga bisa nerima.
So, penting banget tau tension
penumothorak. Soalnya ini memataikan banget dalam hitungan detik.
Circulation
Cek perfusi. Bisa dilihat dari
kesadaran, skin color, temperature, pulse rate.
Lhah, kalo kulitnya negro gimana? Cek
dengan CFR. Mau negro atau bule, tetep aja CFR bakal keliatan dan bisa
dijadikan sebagai cara cek perfusi.
Takikardi tanda hipovolemik syok.
Cara mengatasinya dengan kontrol
perdarahan, pengembalian cairan, dan reassess.
Yang perlu diperhatiakn pitfall pada
geriatric. Bisa aja karena organnya yang menua, sudah ada hipertensi,
takikardi.
Pada atlet. Olahragawan biasanya
nadinya rendah. Jadi, ga bisa langsung nentuin kalo dia bradikardi.
Pasien seolah-olah pingsan, padahal
dia baru aja pake ‘obat’.
Untuk pengecualian di atas, ga bisa
langsung diasses seperti biasa.
Disability
“D” dinilai setelah ABC beres.
Artinya, perfusinya harus beres dulu.
Environtment/Exposure
Membuat pasien dalam keadaan terbuka
alias ga pake baju. Inget, ijin dulu ke keluarga.
Trus, lihat semua bagian baik depan
maupun belakang. Bisa aja depan bagus, tapi ada luka tusuk di bagian belakang.
Resuscitation
Pasang intubasi. Jangan lupa ada yang
tetap memegang lehernya.
Lihat juga ada perdarahan yang masih
berlangsung ga (termasuk perdarahan yang tidak terlihat). Bisa aja ada ongoing
process. Cara ngeceknya, misal pasien syok digrojok trus bagus. Ketika tensinya
naik lagi, ‘jebol’ jadi syok lagi.
Reevaluasi
Bagian terakhir dari dokter untuk
memastikan pasien aman. Begitu primary survey sudah oke semua, baru bisa
dikirim.
SECONDARY
SURVEY
- Mulai dari sini, udah mulai pake paradigma lama. Mulai anamnesis lengkap.
- Mulai lakukan pemeriksaan fisik lengkap dari kepala sampe ujung kaki semaksimal mungkin.
- Cek tiap lubang. Misal perdarahan telinga, hidung, mulut, sampe kemaluan, anus. (So, jangan lupa sedia handscoen)
Misal
setela rectal touché ada darah, jangan-jangan ada trauma uretra posterior atau
buli-buli.
Ujung
kemaluan ada darah, mungkin ada trauma di uretra posterior.
- Cek GCS. Ingat, ga boleh ketika pasien dalam keadaan syok. Jadi asses GCS setelah ABCnya baik.
Cek
pupil juga.
Daftar pertanyaan saat secondary
survey
Singkatannya AMPEL (Alergi,
medication, past illness, last meal, events/environtment).
Kenapa penting? Bisa aja pasien minum
aspirin, jadinya perdarahannya hebat.
Misal pasien sakit jantung dan emang
dibuat bradikardi. So, bukan berarti karena emang bradikardi.
Misal pasien makan buah bit, warnanya
merah. Kalo muntah, seakan-akan muntah darah. Atau makan buah juwet.
Tanya juga environtment. Misal
kecelakaan di SGM sama di sungai, berarti kontaminannya berbeda.
Head
Pitfalls di secondary survey.
Pasien tidak sadar. Artinya, pasien ga
bisa mengeluh (ada kelaianan apa yang dia rasakan). Kalo keadaan ini, dokter
jadi ‘sedikit’ kehilangan kesempatan untuk mendapatkan diagnosis tepat.
ADJUNCT
PRIMARY SURVEY
Sebagai peralihan dari primer ke
sekunder. ABC simultan dipasang untuk tau kondisi sebenarnya.
Maksudnya A sama B berkaitan dengan
pernafasan, cekya dengan oximeter.
C berhubungan dengan jantung. Cek
dengan EKG.
C juga berhubungan dengan sirkulasi
(hubungannya dengan ginjal). So, cek urin.
Adjunct ini dilakukan setelah pasien
stabil (PS: stabil belum tentu baik).
Trus, kita berhak untuk minta pemeriksaan ini itu.
Misal minta foto. Ada 3 foto yang
diperbolehkan dalam kaitannya dengan trauma:
-
Foto cervical lateral
-
Foto thorak AP
-
Foto pelvis AP
Bisa minta USG, DPL
Foto wajib adalah 3 tadi. Tapi bisa
juga ditambah sesuai dengan keperluan. Misal tangan bengkok, angulasi, paha
bengkak hebat, dll.
Perpindahan ke adjunct ini tidak boleh
‘menyimpan’ pasien lama-lama.
Misal, ada open fraktur, trus dijahit
dulu. (GA BOLEH). Tapi harus segera dirujuk. Kenapa? Soalnya ngejar golden
period.
Selama mengirim pasien, harus
reresusitasi dan reevaluasi.
Maxillofacial
Misal ada krpitasi di wajah.
Perhatikan pitfallsnya yaitu obstruksi
saluran napas karena hidung tertekan.
Kalo pasien sadar, bisa kompensasi
dengan pernafasan lewat mulut. Kalo ga sadar, lakukan needle cricotiroidektomi.
Bisa pake jarum atau bolpen.
Sercival
spine
Kalo pasien sadar, bisa lebih jelas
tahu dimana letak sakitnya (pasien disuruh mengatakan jika terasa sakit).
Persepsikan semua rasa nyeri atau
apapun di spine dianggap memang kelainan, sampe dicek beneran oleh ahli dan
alat memadai.
Yang paling gampang, cek juga reflek
fisiologis dan reflek patoogis.
Servical
Kalo ada perubahan kesadaran dalam
tingkat apapun (pingsan, dll) dianggap sebagai ada trauma servikal. So, harus
diproteksi. Kenapa? Dalam keadaan trauma, kepala dan servik akan mendapat
tekanan yang sama (entah pas jatuh, atau ngapain). Jadi meski di kepala
keliatan trauma tapi di lehernya ga keliatan, tetep dianggap kalo lehernya juga
bermasalah.
Misal ada luka tusuk, biarkan tetap
tertusuk. Kalo diambil, bisa jadi justru ada perdarahan hebat. Baru bisa
diambil kalo udah siap. Soalnya, kalo langsung ditarik, akan drop.
Abdomen
Termasuk organ yang sangat sulit
diperiksa kalo ga jeli. Bisa saja seluruh lapang abdomen terasa sakit semua.
Tetap anggap sebagai sakit. Meskipun kadang itu pikosomatis.
Inget urutannya: inspeksi, auskultasi,
palpasi, perkusi.
Misal yang kena organ padat, akan
terasa nyeir aja.
Kalo ada defans muskuler, berarti ada
rangsangan ke peritonitis.
Muskuloskeletal
Lihat ada nyeri, deformitas.
Cek dengan foto, lebar simfisis, dll
Pitfalls: Missed fraktur biasanya di
daerah sendi. Soalnya sulit untuk mendeteksi. Caranya, lihat aja ada hematom
ga. Misal ada hematom di sekitar persendian, anggap saja sebagai fraktur sendi.
CNS
Cegah secondary brain injury. Maksudnya,
suatu akibat karena keterlambatan atau karena kelainan itu sendiri.
Misal, ada hipoksia ga ditangani,
akibatnya hipoksia otak itu sendiri. Kalo hipoksia ga ditangani, bisa jadi
atrofi.
Untuk pasien dengan penuruan
kesadaran, untuk mengurang nyeri jangan gunakan morfin atau kalium. Soalnya
kita pingin dapat kesempatan untuk mendapat diagnosis tepat kalo pasien sadar.
Yang penting lagi, jadi dokter yang
teliti. Apapun yang ditemukan harus dicatat. Fungsinya untuk bukti kalau ada
apa-apa.
No comments:
Post a Comment