Banyak orang berprasangka pada kita, tapi bisa jadi semua prasangka itu berujung pada salah duga. Yah, namanya juga cuma disangka.
Seorang teman berkata, "Kalau kamu pasti mampu kan?" Dia menduga kehidupan saya sudah tertata semuanya, lalu saya bisa melenggang dengan bahagia tanpa ada kendala. Ah, dia tidak tahu saja bahwa ada gejolak dan tantangan di dalam dada.
Tadi begitu pula saya dengar seorang teman berkata pada suami, "Udahlah dibangun aja. Urusan ini sudah beres, urusan itu sudah. Kurang apa lagi?" Iya, dia menduga semua baik-baik saja, padahal di baliknya ada banyak hal yang beres seperti prasangkanya.
Kasus lain yang cukup familiar misalnya, seorang ibu yang superlembut dan ramah pada semua orang disangka akan selalu menjadi ibu peri di mana-mana, termasuk pada buah hatinya. Padahal siapa yang tahu bahwa ketika di rumah, dia bisa saja menunjukkan taringnya dan lepas dari gelar ibu peri.
Sebenarnya ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari kejadian salah duga ini. Pertama, artinya Allah SWT memang menutup aib hamba-Nya. Mungkin Allah menjaga martabat kita agar tidak jatuh karena suka maBanyak orang berprasangka pada kita, tapi bisa jadi semua prasangka itu berujung pada salah duga. Yah, namanya juga cuma disangka.
Seorang teman berkata, "Kalau kamu pasti mampu kan?" Dia menduga kehidupan saya sudah tertata semuanya, lalu saya bisa melenggang dengan bahagia tanpa ada kendala. Ah, dia tidak tahu saja bahwa ada gejolak dan tantangan di dalam dada.
Tadi begitu pula saya dengar seorang teman berkata pada suami, "Udahlah dibangun aja. Urusan ini sudah beres, urusan itu sudah. Kurang apa lagi?" Iya, dia menduga semua baik-baik saja, padahal di baliknya ada banyak hal yang beres seperti prasangkanya.
Kasus lain yang cukup familiar misalnya, seorang ibu yang superlembut dan ramah pada semua orang disangka akan selalu menjadi ibu peri di mana-mana, termasuk pada buah hatinya. Padahal siapa yang tahu bahwa ketika di rumah, dia bisa saja menunjukkan taringnya dan lepas dari gelar ibu peri.
Sebenarnya ada banyak hikmah yang bisa dipetik dari kejadian salah duga ini. Pertama, artinya Allah SWT memang menutup aib hamba-Nya. Mungkin Allah menjaga martabat kita agar tidak jatuh karena suka marah-marah. Karena aib tertutup itulah lantas orang mengecap kita sebagai orang yang ramah. Artinya Allah masih mencintai kita dan menjaga harga diri kita
Kedua, bisa jadi bukan Allah yang memang sengaja membuat kita nampak baik, tapi kitalah yang bermuka dia membuat diri kita seolah-olah sangat baik. Misal, kita bertingkah sebagai orang pandai lantas semua orang menganggap kita mampu dan cerdas. Padahal sebenarnya kita tidak benar-benar bisa. Orang hanya melihat dari covernya saja atau yang biasa orang sebut sebagai personal branding.
Namun bisa juga komentar itu adalah doa dan apresiasi dari orang lain. Yah, kadang orang memang tidak bisa melihat dirinya sendiri tanpa cermin. Orang-orang di luar kita itulah yang bertindak seolah-olah menjadi cermin yang memberi tahu seperti apakah diri kita. Mungkin orang melihat bahwa kita sejatinya memang mampu. Sayangnya kita saja yang belum percaya diri untuk mengakui.
Apapun itu, yang lebih utama adalah menjadi diri sendiri. Tak perlu bermuka dua hanya untuk menutupi kekurangan diri. Biarlah Allah yang menutup segala aib. Tak perlu pula mengada-ada hanya demi apresiasi. Orang di luar sana tak akan buta jika memang kita patut mendapatkannya. InsyaAllahrah-marah. Karena aib tertutup itulah lantas orang mengecap kita sebagai orang yang ramah. Artinya Allah masih mencintai kita dan menjaga harga diri kita
Kedua, bisa jadi bukan Allah yang memang sengaja membuat kita nampak baik, tapi kitalah yang bermuka dia membuat diri kita seolah-olah sangat baik. Misal, kita bertingkah sebagai orang pandai lantas semua orang menganggap kita mampu dan cerdas. Padahal sebenarnya kita tidak benar-benar bisa. Orang hanya melihat dari covernya saja atau yang biasa orang sebut sebagai personal branding.
Namun bisa juga komentar itu adalah doa dan apresiasi dari orang lain. Yah, kadang orang memang tidak bisa melihat dirinya sendiri tanpa cermin. Orang-orang di luar kita itulah yang bertindak seolah-olah menjadi cermin yang memberi tahu seperti apakah diri kita. Mungkin orang melihat bahwa kita sejatinya memang mampu. Sayangnya kita saja yang belum percaya diri untuk mengakui.
Apapun itu, yang lebih utama adalah menjadi diri sendiri. Tak perlu bermuka dua hanya untuk menutupi kekurangan diri. Biarlah Allah yang menutup segala aib. Tak perlu pula mengada-ada hanya demi apresiasi. Orang di luar sana tak akan buta jika memang kita patut mendapatkannya. InsyaAllah
No comments:
Post a Comment