Follow Us @soratemplates

Sunday 28 February 2021

Jangan Mau Jadi Truk Sampah Kalau Ingin Bahagia



Ish, ga salah nih judulnya? Masa iya ada orang yang mau jadi truk sampah? Salah tulis kalik, mungkin maksudnya jangan jadi tukang sampah begitu ya?


But, wait. Kok jadi memandang sebelah mata profesi petugas sampah. Hohoho, tenang guys, bukan begitu maksud saya. Memang benar kok ini tentang truk sampah. Tapi bukan tentang sampah barang atau bungkus dan sebagainya, melainkan tentang sampah emosi.


Daripada bingung atau kita malah debat hanya perkara judul, simak dulu deh video berikut tentang Hukum Truk Sampah.





"Kebanyakan orang sudah seperti truk sampah. Mereka berkeliaran dengan penuh sampah. Penuh dengan frustasi, penuh marah, penuh kekecewaan. Saat sampah mereka sudah menumpuk, mereka butuh tempat untuk membuangnya. 


Hal ini membuat saya berpikir, seberapa sering saya membiarkan truk sampah menabrak saya dan bagaimana kemudian saya mengambil sampah mereka dan menyebarkannya kepada orang lain. Sejak saat itu saya bertekad tidak akan melakukannya lagi.


Semenjak itu saya mulai melihat truk sampah di mana-mana. Saya melihat beban mereka. Saya melihat bagaimana mereka datang untuk meluapkannya. Tapi, saya tidak akan menjadikannya masalah. Saya hanya tersenyum, melambai, dan mendoakan kebaikan mereka dan kemudian membiarkan mereka berlalu."


MasyaaAllah... 

Video itu sudah saya simak sejak beberapa bulan silam. Tapi ketika saya merasa mendapat 'sampah' dari orang lain, saya selalu mengingatnya kembali.


Ya, ada banyak hal di luar diri kita yang kadang mempengaruhi suasana hati. Awalnya mungkin kita damai-damai saja. Hari tampak begitu indah, semua tampak menyenangkan. Namun tiba-tiba bagai nila setitik rusak susu sebelanga. Karena ada orang lain yang datang lalu menumpahkan suasana buruk, kita pun terpengaruh menjadi buruk. Rusak sudah kedamaian hati kita sepanjang hari.


Sebenarnya ini wajar. Kalau kata teori sih, mirip-mirip dengan hukum frekeuensi. Jadi kalau kita memiliki frekuensi bahagia, kita akan menyalurkan energi yang bahagia. Kalau kita punya energi yang menyebalkan, tanpa sadar kita menbagikan hal mengesalkan pula.


Cuma, dalam teori hukum truk sampah ini kita diminta untuk tidak menggubris frekuensi buruk yang datang menghampiri. Yup, pasang muka badak saja, biarkan mereka berlalu.


Dianggap tak acuh dan masa bodoh? Mungkin. Tapi kalau dengan begitu kita bisa tetap bahagia dan tidak dipusingkan dengan urusan orang-orang di sekitar kita, kenapa tidak? Toh kita sudah sibuk dengan urusan 'sampah' kita. Tak perlu sok baik dengan memunguti sampah orang lain. Setuju?

2 comments:

  1. Setuju banget! Setiap orang mestinya bertanggung jawab dengan sampah mereka sendiri.

    ReplyDelete