Awalmulanya karena suami meletakkan handphone sembarangan di meja yang terjangkau anak. Padahal biasanya tidak di situ. Pun HP saya sudah aman disimpan. Karena terlihat oleh mata Adik Z, jadilah dia menangis meminta lihat HP. Kakaknya ikut-ikutan menambahi mau melihat juga.
Secara emosional saya agak masa bodoh waktu itu. Agak kesal sih karena suami seenaknya naruh HP. Tapi syukurnya tidak ikut terbawa emosi.
Di kesempatan itu saya memakai poin komunikasi produktif untuk fokus pada solusi. Saya berkata pada anak-anak, "Itu kan HP-nya Papi. Kalau mau lihat ya pinjam dulu sama Papi. Harus izin Papi dulu boleh apa nggak."
Saya ulang-ulang berkata begitu, di sela-sela rengekan mereka berdua. Ketika suami selesai mandi sore dan anak-anak benar-benar bilang ke Papinya, eh suami membolehkan karena daripada rewel.
Hm..., di bagian ini saya agak zonk sebenarnya. Harusnya target-target misi tertentu saya bicarakan dulu sama suami, biar bisa sefrekuensi. Tapi karena sudah terlanjur ya mau gimana lagi.
Untungnya suami bilang, "Boleh, tapi kalau udah adzan Magrib harus dikembalikan." Kebetulan sekali tadi memang sudah menjelang Magrib. Jadi belum terlalu lama mereka menonton video di youtube, adzan pun terdengar. Alhamdulillah saat suami meminta HP-nya, anak-anak mau memberikan tanpa protes.
Setidaknya di poin ini mereka bisa belajar tentang meminta izin untuk meminjam barang pada yang punya. Mereka juga belajar tentang kesepakatan dan konsekuensi. Cukup melegakan karena Kakak A dan Adik Z bisa di poin ini. Meski ada PR bagi saya untuk membuat kesepakatan agar sefrekuensi dengan suami. Bismillah
No comments:
Post a Comment