Follow Us @soratemplates

Friday, 12 February 2010

Aduh..., Kebelet Pipis...!

Waa...! Terlalu vulgarkah judul di atas? (Semoga tidak...)
Ini tidak akan membahas tentang 'kebelet pipis'-nya, tapi sedikit berhubungan dengan pipis (ups, diksinya ganti --- urine---). Ceritanya, diskusi untuk minggu depan adalah tentang poliuria. Hm, dari membaca judulnya sudah terbayang kalau ini nanti arahannya akan membicarakan penyakit diabetes. Tapi kalau saya membicarakan diabetes di sini, tentu tak akan ada habisnya. So, cukup poliuria dulu saja.

Poliuria adalah suatu keadaan di mana volume urine lebih dari normal. Biasanya lebih dari 3 L/hari (Davey, 2002). Trus, gimana taunya kalo urine kita termasuk berlebih? Apa harus ditampung dalam gelas ukur setiap hari? Hohoho, tentu tidak! Sebagai deteksi awal untuk mewaspadai poliuria, perhatikan saja beberapa gejala seperti seringnya buang air kecil, polidipsia, gampang haus, dan nokturia. Aduh..aduh.., bahasa apa pula ini? Hm..., Polidipsia itu rasa haus dan minum yang kronik hingga berlebihan, sedangkan nokturia itu sering terbangun di malam hari untuk buang air kecil.

Balik ke masalah poliuria. Kondisi ini bisa terjadi karena beberapa kelainan. Salah satunya yaitu diabetes mellitus karena kadar glukosa meningkat dan menyebabkan efek diuretik osmotik.

Penyebab poliuria yang ditulis oleh Patrick Davey dalam buku Medicine at a Glance bisa digolongkan dalam beberapa hal, yaitu
1. Intake cairan berlebih. Misalnya pada polidipsia primer. Kondisi ini terjadi pada orang dengan gangguan psikologis yang mana orang tersebut tidak sadar minum air begitu banyak. Hm, nggak usah jauh-jauh ke mereka. Untuk kita (yang insya Allah normal dan sehat) jika kita banyak minum, pasti sering diikuti dengan banyak buang air kecil juga kan....
2. Peningkatan muatan cairan tubular. Intinya muatan yang terkandung di dalam darah meningkat melebihi kondisi normalnya. Misalnya saja kadar ureum meningkat pada gagal ginjal kronis atau kadar glukosa meningkat pada diabetes mellitus.
3. Gradien konsentrasi medula yang terganggu. Ini disebabkan oleh penyakit pada medula ginjal seperti nefrokalsinosis, nefropati analgesik, nekrosis papiler ginjal atau penyakit kistik medula.
4. Menurunnya produksi hormon antidiuretik (ADH) pada diabetes insipidus. Kondisi ini bisa terjadi karena ada trauma kepala, atau tumor pada hipotalamus maupun hipofisis sehingga terjadi gangguan produksi ADH. Disebut juga diabetes insipidus kranial.
5. Respon tubular terhadap ADH terganggu. Kalau yang ini, ADH-nya berhasil diproduksi. Cuma sayangnya tidak bisa direspon. Akibatnya terjadi hiperkalsemia, menurunnya kadar kalium, toksisitas lithium, dan bisa diwariskan ke keturunannya karena dapat bertaut dengan kromosom X. Kondisi ini disebut juga diabetes insipidus nefrogenik.
6. Poliuria juga bisa terjadi karena orang tersebut baru saja sembuh dari obstruksi (penyumbatan) saluran kemih sehingga urinenya baru bisa keluar dan langsung tergolong banyak jika dibandingkan normal.

Itu tadi baru gejala awalnya. Seandainya ditemukan gejala tersebut, selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu pengecekan kadar gula darah. Seandainya kadar gula darah tidak naik, perlu dilakukan pemeriksaan kreatinin, kalsium, dan kalium. Pemeriksaan yang lain yang bisa dilakukan yaitu tes pengurangan cairan, pengukuran osmolalitas urine dan pengubahan osmolalitas urine.

Dari pemeriksaan penunjang itulah diagnosis baru bisa ditegakkan. Penatalaksanaan poliuria tergantung dengan diagnosisnya. Jika diagnosis adalah diabetes mellitus, pakai terapi DM. Kalau karena diabetes insipidus, maka gunakan terapi DI. Yang terpenting dalam penatalaksanaan poliuria yaitu memperhatikan defisit air utama sehingga tidak menimbulkan dehidrasi.

No comments:

Post a Comment