Follow Us @soratemplates

Friday 5 February 2010

Salah Kaprah Jam Makan

Seiring bertambahnya usia tak jarang diiringi pula dengan bertambahnya penyakit. Apalagi untuk OKB (orang kaya baru) yang telah berjuang keras sejak ia muda hingga menuai sukses di masa tuanya. Anggapan bahwa inilah saatnya mneikmati 'hidup' menjadi berkembang. Bebas berenak-enakan, memanfaatkan teknologi dan transportasi canggih yang mengakibatkan kurangnya aktivitas fisik, pun dengan mecicipi begitu banyak makanan dengan dalih toh ini saatnya bersenang-senang. Ujung-ujungnya perilaku yang tak terkontrol ini menyebabkan perut menggelembung, lingkar pinggang bertambah, dan meski tidak disadari, mulai menabung kesempatan mengidap berbagai penyakit. Lalu solusi yang biasa dilakukan adalah diet. Sayangnya jika tidak dengan menggunakan jasa konsultan gizi yang handal, banyak yang justru salah kaprah.

Masih ada anggapan bahwa diet adalah mengurangi asupan makan. Sebenarnya bukan makanannya yang dikurangi, tetapi kalorinya yang disesuaikan. Pernah menjumpai berbagai kasus, orang-orang yang memiliki niat untuk menurunkan berat badannya dengan menghilangkan jam makan pagi atau jam makan malam. Alasan yang menghapus jam makan pagi adalah menghemat, sedikit menunda rasa lapar dan kemudian makan jam 10 sekaligus sebagai makan siang. Ini adalah anggapan yang salah. Sejak pagi, tubuh membutuhkan bekal untuk bisa beraktivitas. Demikian juga dengan orang yang memilih menghilangkan jam makan malam. Alasannya karena takut makanan yang dimakan menumpuk karena tidak digunakan untuk aktivitas. Lagi-lagi ini anggapan yang salah karena dengan menghilangkan makan malam maka ketika orang bangun pada pagi harinya, dia akan terobsesai untuk makan dalam porsi yang lebih besar untuk mengganti rasa laparnya.

Aturan makan dalam program diet, seperti yang direkomendasikan oleh ahli nutrisi dari WRP, tetap menggunakan jam makan pagi, siang, dan malam. Bahkan ditambah dengan jam makan antara pagi-siang dan siang-malam. Contoh yang direkomendasikan yaitu pagi dengan segelas susu, pagi-siang (sekitar jam 10) dengan cemilan misal biskuit, siang makan nasi, sore dengan cemilan seperti biskuit, dan malam dengan susu lagi.

Contoh lain yang justru harus kita teladani yaitu pola makan Rasulullah SAW. Jika kita tilik, Rasulullah SAW juga memiliki pola makan seperti anjuran WRP nutrition. Rasulullah selalu bangun dini hari. Sholat tahajud, ibadah hingga ba'da subuh. Tentunya aktivitas ini menguras energi. Maka Rasulullah biasa makan selepas Subuh. Bukan makan nasi, tetapi memakan buah. Buah yang dimakan adalah buah segar, bukan buah yang masam. Sebagai contoh, buah apel, pear, atau pisang. Buah di sini memiliki fungsi yang baik sebagai detoksifikasi. Apalagi jika dilakukan di pagi hari. Tentunya akan lebih terasa khasiatnya.

Setelah itu Rasulullah beraktivitas lagi hanya dengan bekal asupan buah tadi. Lalu kapan beliau makan nasi (karbohidrat)? Jawabnya adalah siang hari. Memakan nasi atau kandungan karbohidrat dalam jumlah besar pada pagi hari dapat menyebabkan orang merasa mengantuk dan justru tidak dapat beraktivitas dengan baik. Orang terkadang mengganti nasi dengan roti atau sandwich. Kandungan karbohidrat di dalam roti dan sandwich sebenarnya masih cukup besar. Makanan yang dianjurkan yaitu roti gandum karena lebih dominan dengan kandungan protein daripada karbohidrat.

Prinsip yang diterapkan ahli gizi dengan tidak mengurangi atau menghilangkan jam makan dan tetap menganjurkan makan dengan kalori yang tepat rasanya sesuai juga dengan prinsip makan yang diajarkan Rasulullah. "Makanlah saat lapar dan berhentilah makan sebelum kenyang." Tentunya dengan pola makan seperti ini tidak akan ada istilah kelebihan asupan makanan.

No comments:

Post a Comment