Ada seorang dokter yang bercerita. Pernah suatu ketika
seorang perawat menghubunginya. Perawat itu bertanya, “Dok, ada pasien ingin tahu
no HP dokter. Boleh?”
Dokter itu mengernyitkan dahinya. Bukan karena terganggu
karena diminta no HP-nya, tapi terganggu dengan pertanyaan perawat itu. Singkat
cerita, dokter itu berkata, “Catat ya, kalau ada pasien yang minta no HP saya,
serahkan saja tanpa perlu bertanya lagi”
Lalu dokter itu pun berkata pada kami, para dokter muda, “Jangan
pernah pelit kalau dimintai no HP”.
Beliau adalah dr.Jusup, wakil direktur bagian pelayanan RSUD
Dr. Moewardi. Menurut beliau, memberikan no HP kepada pasien itu banyak
keuntungannya dan beliau tidak habis pikir jika ada dokter yang pelit dengan no
HP-nya.
Pertama, pasien yang meminta no HP itu cenderung berpotensi
untuk menjadi pasien setia. Mereka butuh kehadiran sang dokter, maka mereka
meminta no HP-nya. Beberapa dokter yang anti memberi no HP memiliki pakem bahwa
pasien harus menemui dia. Tapi, dr.Jusup berpikiran bahwa HP sebagai komunikasi
bisa menjadi pengikat. Misal, ada pasien yang rumahnya jauh. Boleh jadi pasien
itu mengontak sang dokter lebih dahulu, barulah berkesempatan untuk bertatap
muka dan diperiksa oleh dokter.
Yang kedua, memberikan no HP kepada pasien juga bisa menjadi
salah satu sarana follow up
kesehatan. Bahkan dalam konsep dokter keluarga yang saat ini sedang digalakkan
di Indonesia, seorang dokter hendaknya memiliki komunikasi intens dengan pasiennya. Ketika pasien sakit, mereka tak segan
menghubungi dokter. Ketika pasien sudah diberi obat, dokter tak lupa pula untuk
menanyakan kesehatan pasien beberapa hari setelahnya. Jika konsep dokter
keluarga ini benar-benar dijalankan, artinya no HP dokter murni harus menjadi
makanan umum para pasien.
Bagi kami dokter muda, memberikan no HP dapat menjadi faktor
pelayanan tambahan. Tak jarang ada pasien yang bertanya secara pribadi dengan
dokternya. Ketika banyak ditanya, mau tak mau semakin banyak pula materi yang
harus dipelajari. Semakin banyak yang dipelajari, bukankah kita makin untung
sendiri?
Barangkali ada yang khawatir juga jika asal memberikan no
HP. Kekhawatiran pertama, takutnya no HP yang diberikan itu bukan sebagai
pelayanan tapi justru sebagai ajang untuk menerima complain sebanyak-banyaknya. Jika dilihat dari sudut pandang ini,
pasti tidak enak. Tapi coba jika complain
ini dipandang sebagai sebuah masukan, lantas dokter bisa sekaligus mengklarifikasi
lewat HP pula, bukankah bisa jadi pasien juga puas dengan pelayanan kita?
Kekhawatiran selanjutnya yaitu no HP yang tersebar itu bisa
jadi justru mengganggu. Misal sedang sibuk dan asyik dengan keluarga, tiba-tiba
ada panggilan atau SMS pertanyaan. Boleh saja seorang dokter menganggap waktu keluarga
adalah murni dengan keluarga, tapi ada juga yang berpikiran bahwa dokter
bekerja 24 jam dan harus siap sewaktu-waktu ada panggilan.
Perkara mau memberi no HP atau tidak, pasti ada untung
ruginya tersendiri. Yang jelas, no HP tidak untuk disalahgunakan. Bukankah
prinsip ambil manfaat dan tinggalkan madharat tetap harus dijunjung tinggi?
No comments:
Post a Comment