Follow Us @soratemplates

Friday, 12 April 2013

Boleh Minta Nomor HP?


Ada seorang dokter yang bercerita. Pernah suatu ketika seorang perawat menghubunginya. Perawat itu bertanya, “Dok, ada pasien ingin tahu no HP dokter. Boleh?”

Dokter itu mengernyitkan dahinya. Bukan karena terganggu karena diminta no HP-nya, tapi terganggu dengan pertanyaan perawat itu. Singkat cerita, dokter itu berkata, “Catat ya, kalau ada pasien yang minta no HP saya, serahkan saja tanpa perlu bertanya lagi”

Lalu dokter itu pun berkata pada kami, para dokter muda, “Jangan pernah pelit kalau dimintai no HP”.
Beliau adalah dr.Jusup, wakil direktur bagian pelayanan RSUD Dr. Moewardi. Menurut beliau, memberikan no HP kepada pasien itu banyak keuntungannya dan beliau tidak habis pikir jika ada dokter yang pelit dengan no HP-nya.

Pertama, pasien yang meminta no HP itu cenderung berpotensi untuk menjadi pasien setia. Mereka butuh kehadiran sang dokter, maka mereka meminta no HP-nya. Beberapa dokter yang anti memberi no HP memiliki pakem bahwa pasien harus menemui dia. Tapi, dr.Jusup berpikiran bahwa HP sebagai komunikasi bisa menjadi pengikat. Misal, ada pasien yang rumahnya jauh. Boleh jadi pasien itu mengontak sang dokter lebih dahulu, barulah berkesempatan untuk bertatap muka dan diperiksa oleh dokter.

Yang kedua, memberikan no HP kepada pasien juga bisa menjadi salah satu sarana follow up kesehatan. Bahkan dalam konsep dokter keluarga yang saat ini sedang digalakkan di Indonesia, seorang dokter hendaknya memiliki komunikasi intens dengan pasiennya. Ketika pasien sakit, mereka tak segan menghubungi dokter. Ketika pasien sudah diberi obat, dokter tak lupa pula untuk menanyakan kesehatan pasien beberapa hari setelahnya. Jika konsep dokter keluarga ini benar-benar dijalankan, artinya no HP dokter murni harus menjadi makanan umum para pasien.

Bagi kami dokter muda, memberikan no HP dapat menjadi faktor pelayanan tambahan. Tak jarang ada pasien yang bertanya secara pribadi dengan dokternya. Ketika banyak ditanya, mau tak mau semakin banyak pula materi yang harus dipelajari. Semakin banyak yang dipelajari, bukankah kita makin untung sendiri?

Barangkali ada yang khawatir juga jika asal memberikan no HP. Kekhawatiran pertama, takutnya no HP yang diberikan itu bukan sebagai pelayanan tapi justru sebagai ajang untuk menerima complain sebanyak-banyaknya. Jika dilihat dari sudut pandang ini, pasti tidak enak. Tapi coba jika complain ini dipandang sebagai sebuah masukan, lantas dokter bisa sekaligus mengklarifikasi lewat HP pula, bukankah bisa jadi pasien juga puas dengan pelayanan kita?

Kekhawatiran selanjutnya yaitu no HP yang tersebar itu bisa jadi justru mengganggu. Misal sedang sibuk dan asyik dengan keluarga, tiba-tiba ada panggilan atau SMS pertanyaan. Boleh saja seorang dokter menganggap waktu keluarga adalah murni dengan keluarga, tapi ada juga yang berpikiran bahwa dokter bekerja 24 jam dan harus siap sewaktu-waktu ada panggilan.

Perkara mau memberi no HP atau tidak, pasti ada untung ruginya tersendiri. Yang jelas, no HP tidak untuk disalahgunakan. Bukankah prinsip ambil manfaat dan tinggalkan madharat tetap harus dijunjung tinggi?


No comments:

Post a Comment