Masih kelanjutan dari petuah wajib pak direktur, petuah
kedua yang beliau pesankan kepada kami adalah filosofi primum non nocere.
Kalimat ini jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya
adalah: pertama, jangan merugikan.
Agaknya petuah yang kedua ini berkaitan dengan petuah
sebelumnya. Jika di pesan yang pertama pak direktur meminta agar kami
mementingkan kepentingan orang lain, prinsip selanjutnya adalah tidak merugikan
orang lain.
Bukankah kedua prinsip ini hampir sama? Ya, memang. Tetapi
sebenarnya berbeda.
Di prinsip yang pertama, kita diajarkan untuk mau berbagi
dan berkorban untuk kepentingan orang lain. Intinya adalah kita diharapakan menjadi
orang yang banyak memberikan manfaat bagi orang lain. Namun berbeda dengan
prinsip kedua, kita diminta untuk tidak merugikan orang lain.
Kalimat ini bisa memberi dua makna. Yang pertama, ketika
kita mementingkan kepentingan orang lain, jangan sampai pengorbanan yang sudah
kita lakukan itu justru merugikan orang lain. Mungkinkah? Mungkin saja. Misal
kita sudah bersedia membantu, tetapi karena kita tidak mampu lantas kita justru
melakukan tindakan malpraktik.
Makna yang kedua bisa jadi konsep merugikan di sini adalah
merugikan bagi kedua belah pihak. Bisa jadi niat kita adalah mengutamakan
kepentingannya tetapi ternyata justru berdampak lebih buruk baginya. Atau jangan
sampai ketika kita berkorban, kita justru merugikan diri sendiri. Tertular penyakit
misalnya.
Kalau saya analogikan, kedua filosofi ini mirip dengan teori
manfaat dan madharat. Sebisa mungkin, kita harus memberikan manfaat. Namun sekiranya
justru menimbulkan madharat, maka jangan diambil. Begitu jika suatu hal
tersebut memiliki manfaat dan madharat. Maka, berikan manfaatnya dan jangan
torehkan madharat.
Yup, itulah filosofi altruisme dan primum non nocere yang
bisa saya tangkap, memberi manfaat tanpa ada madharat.
No comments:
Post a Comment