Dalam dunia kedokteran, terdapat sebuah hukum tertinggi. Agroti
salus lex suprema. Keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi, demikian
artinya. Begitulah prinsip ketiga yang disampaikan oleh Direktur RSUD
Dr.Moewardi kepada kami.
Lihat, hukum tertinggi kami adalah keselamatan pasien.
Apakah ini legal? Apakah ini lebai?
Oke, mungkin ada yang beanggapan bahwa hukum ini hanyalah
hukum ilegal dalam arti sekedar hukum
buatan manusia. Bukankah hukum tertinggi tetap peradilan-Nya? Ya, tentu saja.
Tapi, coba bayangkan keadaan ini. Ketika kita menjadi dokter, maka kita diberi
tanggung jawab akan kesehatan dan keselamatan pasien. Jika kita mengobati dan
memberikan perawatan dengan baik, selamat dan sehatlah pasien itu.
Ingat, pasien adalah amanah kita. Bukankah segala yang menjadi
amanah akan dipertanggungjawabkan kelak? Jika kita aman dengan amanah ini di
dunia karena pasien selamat dan sehat, bukankah Insya Allah akan aman pula
dengan pertanggungjawaban di akhirat kelak? Jadi, tidak sepenuhnya salah juga
jika disebut hukum tertinggi adalah keselamatan pasien. Karena dengan
keselamatan pasien itulah, hukum tertinggi dari Allah kelak akan menyelamatkan
kita saat pertanggungjawaban di akhirat.
Tak perlu jauh-jauh hingga ke negeri akhirat, di dunia pun
keselamatan pasien memang menjadi hukum yang tertinggi. Anggaplah kita memberikan
pelayanan kepada pasien. Jika pasien sehat dan selamat, tentu mereka akan
merasa senang. Coba bayangkan jika pasien justru semakin parah karena kita
melakukan malpraktik, tentu kita pun tidak dalam posisi aman. Artinya,
keselamatan pasien memang kunci dari ‘nasib’ seorang dokter. Jika pasien
selamat, dokter juga selamat. Jika pasien tidak selamat dengan catatan karena
kesalahan dokter, tidak selamat pulalah nasib sang dokter. Maka, benar pula
kiranya jika dikatakan bahwa kesalamatan pasien merupakan hukum tertinggi.
Tentu saja konsep ini tidak hanya berlaku pada profesi
dokter saja. Konsep totalitas dan tanggung jawab dalam menjalankan amanah
berlaku dalam semua hal. Seorang pilot tentu memiliki hukum tertinggi berupa
keselamatan penumpang. Seorang koki barangkali memiliki hukum tertinggi berupa hidangan
yang halal dan thayib. Demikian juga degan segala aktivitas lainnya.
Apapun itu aktivitasnya, hukum tertinggi itu memang
benar-benar berlaku. Adanya hukum ini bukan berarti menambah hukum baru dari
hukum yang telah diatur Sang Pencipta, melainkan hukum ini sekedar subhukum
tertinggi sebelum berhadapan dengan hukum tertinggi sesungguhnya di akhirat
nanti.
No comments:
Post a Comment