Follow Us @soratemplates

Sunday 21 April 2013

Cuci Tangan


Satu hal yang sangat diwanti-wanti oleh bagian pendidikan kepada kami para koas adalah jangan lupa cuci tangan. Tentu saja ini bukan sekedar ucapan perhatian untuk cuci tangan sebelum makan atau sebelum beranjak tidur, melainkan ini adalah anjuran sebagai standar higinitas.

Ada lima waktu standar cuci tangan, antara lain adalah sebelum dan sesudah kontak dengan pasien. Prinsip cuci tangan ini adalah untuk melindungi diri. Sebelum kontak dengan pasien artinya dokter melindungi pasien dari kemungkinan kontak penyakit yang dibawa oleh dokter. Sebaliknya, cuci tangan setelah kontak dengan pasien memberi harapan agar dokter melindungi dirinya sendiri dari kemungkinan tertular penyakit dari pasien. Dari sudut pandang dokter, prinsip cuci tangan ini memberi makna agar tindakan diawali dan diakhiri dengan bersih, serta tidak memberi maupun mendapat kerugian.

Kalau dipikir-pikir, konsep bermula dan berakhir dengan bersih itu memang seharusnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Anggaplah ini adalah sebuah arena kehidupan manusia. Seorang manusia terlahir dalam keadaan bersih. Ketika meninggal pun ia dalam keadaan bersih. Dari segi fisik, memang demikian adanya. Mayat dimandikan, dikafani, suci. Bersih layaknya bayi. Namun tentunya yang diharapkan tidak sekedar bersih secara fisik. Alangkah indahnya jika hati pun kembali bersih.

Sayangnya, manusia bukanlah makhluk maksum yang terbebas dari kesalahan. Selalu ada khilaf dan dosa yang melekat di hati. Lalu, apakah lantas didiamkan saja karena fitrohnya hati akan kembali terkotori? Tentu saja tidak. Prinsipnya hampir sama dengan cuci tangan tadi.

Dokter yang cuci tangan pasti akan kontak dengan pasien lagi, pasti ada kemungkinan terjadi transmisi penyakit lagi. Apakah dokter lantas diam saja? Tidak. Lagi dan lagi, dokter akan kembali cuci tangan. Begitu seterusnya.

Demikian pula dalam arena kehidupan. Sekalipun kita memang tempatnya salah dan dosa, bukan tidak mungkin kita untuk selalu melakukan cuci tangan dalam bentuk minta ampun kepada Yang Maha Kuasa. Layaknya tim rumah sakit yang mewajibkan dokter untuk cuci tangan sebagai syarat higinitas, demikian pula Allah SWT yang selalu meminta hamba-Nya untuk bertaubat dan mohon ampun demi kesucian jiwanya.

Apakah lantas benar-benar suci? Wallaha’lam. Cuci tangan pun belum tentu membunuh 100% kuman. Mungkin masih ada bakter-bakteri resisten yang tak bisa hilang. Tapi, bukankah sudah cukup mengurangi? Demikian pula dengan hati. Barangkali memang ada noda membandel yang masih membuat hati pekat, tapi dengan istigfar bukankah lebih mengurangi?

Semua bertujuan untuk safety. Jika cuci tangan adalah safety untuk dokter sendiri, demikian juga istigfar bagi manusia sebagai safety untuk hidup kekal di akhirat nanti. Astagfirullah…




No comments:

Post a Comment