Follow Us @soratemplates

Thursday 4 April 2013

Nawaitu Mengabdi


“Luruskan niat. Nawaitunya adalah mengabdi”

Petuah ini saya dapat dari dekan saya, Prof. Zainal. Lagi-lagi beliau mengetuk hati kami. Untuk apa kamu niat masuk koas? Tanpa menunggu jawaban dari kami, beliau lantas menjawab agar kami meluruskan niat untuk murni mengabdi.

Tentu kita sudah tidak asing dengan penggalan salah satu hadits arba’in Innamal a’malu binniyat. Sesungguhnya amal-amal perbuatan itu tergantung pada niatnya. Dalam kelanjutan hadits itu disebutkan, siapa yang hijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka ia mendapatkan Allah dan Rasul-Nya. Namun siapa yang hijrah karena dunia atau wanita yang ingin dinikahinya maka ia memang sebatas mendapatkan dunia dan wanita yang dinikahi itu saja.

Demikian pula ketika kita memasuki dunia akademis atau dunia kerja. Dokter muda yang notabene adalah urusan akademis memiliki cabang-cabang niat yang cukup banyak. Ada yang berniat agar mendapat nilai bagus. Ada yang berniat agar lulus terus seperti jalan tol tanpa ada hambatan. Ada pula yang berharap asal bisa mendapat skill untuk menjadi dokter sungguhan kelak.

Dalam ranah dunia kerja pun dokter muda yang dituntut untuk latihan bekerja juga memiliki beberapa peluang niat. Ada yang berniat mencari link ke dokter konsulen atau dokter residen agar begitu lulus langsung dapat kerja. Ada juga yang berniat mencari pasien sebanyak-banyaknya untuk membentuk aliansi pasien setia.

Di samping semua niat yang mungkin muncul itu, niat yang jauh lebih penting adalah niat untuk mengabdi.  Ya, pengabdian.

Ketika mendengar kata abdi, saya terpikirkan oleh kata lain yang memiliki makna serupa. Kata itu adalah kata hamba. Seseorang yang mengabdi adalah seorang yang menghamba. Contohnya abdi dalem, dia adalah orang yang menghamba pada sultan atau raja di keraton. 

Demikian juga kita sebagai manusia. Kita adalah hamba Allah, maka kita mengabdi pada Allah. Salah satu bentuk penghambaan itu adalah dengan beribadah. Artinya, seorang yang mengabdi dan menghamba adalah orang yang beribadah.

Maka, jika dekan saya mengatakan agar diniatkan untuk mengabdi, sama saja artinya dengan mengingatkan kami agar kami meniatkan aktivitas koas kami untuk ibadah. Kalau dipikir-pikir, bukankah tugas manusia memang hanya untuk beribadah? Manusia yang menjadi dokter muda artinya beribadah dengan dokter mudanya. Manusia yang menjadi guru artinya beribadah dengan keguruannya. Demikian seterusnya hingga status apapun memang selayaknya diniatkan untuk mengabdi, menghamba, beribadah.

Jadi, mari luruskan niat dan selamat beribadah….


No comments:

Post a Comment