Follow Us @soratemplates

Saturday, 20 April 2013

Percaya Kamu?


Tadi siang saya berdiskusi dengan seorang teman setelah menonton sebuah film. Pesan dari film itu mengatakan, “Jangan percaya kepada siapapun karena dunia terlalu keras untuk bisa menaruh kepercayaan kepada seseorang”. Sedikit banyak pesan ini juga berlaku di rumah sakit.

Kami diajarkan untuk tidak pernah percaya kepada siapapun, bahkan pada senior sekalipun. Dalam arti begini. Ketika kami diberi informasi suatu keadaan dari seorang pasien, kami tidak boleh langsung menerimanya. Kami harus mengecaknya sendiri, memastikan bahwa keadaan itu memang benar-benar terjadi.

Barangkali konsep ini seharusnya berlaku dalam semua hal. Contohnya ketika menerima ilmu atau informasi dalam hal apapun. Misal kita mendapat mendapat ilmu dari seorang ustadz, kita boleh-boleh saja untuk tidak percaya. Bukan berarti tidak percaya dalam arti mengingkari ilmunya, melainkan tidak percaya dengan dasar agar terus belajar lagi dan menemukan kebenaran yang sejati. Bukankah jika teralu percaya justru ibarat kerbau yang dicocok hidungnya? Miriplah kiranya seperti taklid buta. Padahal jelas-jelas taklid buta itu tidak diperkenankan.

Namun tidak semua hal memang bisa disetting dengan dalih tidak percaya. Dalam hal iman kita tetap harus percaya. Buktinya bisa secara kauniyah dan juga qauliyah. Demikian juga dalam pemeriksaan pasien. Ada batas-batas tertentu yang kita harus mengimaninya. Pun dalam teori-teori ilmu dunia lainnya. Mungkin kita tak bisa memahami bagaimana Edison menemukan teorinya, bagaimana Einsten menemukan rumus-rumusnya. Karena kita tidak tahu atau belum tahu, dalam kadar tertentu mau tak mau kita ‘terpaksa’ untuk menerima mentah-mentah teori itu.

Asas ketidakpercayaan bersahabat erat dengan prinsip kepo. Bukan bermaksud skeptis, hanya saja manusia memang harus terus belajar. Bukankah kepuasan dari mencari tahu jauh lebih menarik daripada sekedar menjadi teko yang hanya menampung ilmu?




No comments:

Post a Comment