“Apabila datang
kepadamu seorang laki-laki untuk meminang yang engkau ridha terhadap agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Bila tidak engkau lakukan, maka akan terjadi
fitnah di muka bumi dan akan timbul kerusakan yang merata di muka bumi”
(H.R. Tirmidzi dan Ahmad).
Mungkin agak kurang tepat jika saya menyitir hadits di atas.
Inti yang ingin saya angkat sebenarnya hanyalah untuk mengambil bahwa adanya
keharusan untuk menerima dan pantangan untuk menolak laki-laki yang diridhai
agama dan akhlaknya. Mengapa? Karena tak ada alasan yang lebih baik daripada
agama, karena justru akan terjadi kemadharatan jika menolak kebaikan suatu
agama.
Sedikit serupa, itu pulalah yang didengung-dengungkan oleh
manajemen Moewardi. “Jika datang kepadamu seorang pasien, maka rawatlah dia.
Bila tidak kau lakukan, akan terjadi fitnah di masyarakat dan timbul kerusakan
bagi Moewardi”
Bukan hal
asing lagi di masyarakat kalau terdengar kabar rumah sakit tertentu menolak
pasien. Hal-hal yang bersifat individual ini bisa menjadi isu yang tersebar dan
memberikan citra buruk bagi pelayanan rumah sakit itu sendiri. Masyarakat hanya
tahu, betapa kejam rumah sakit itu yang tidak mau menerima pasien yang
membutuhkan. Padahal boleh jadi mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Kasus
pertama, rumah sakit itu benar-benar penuh. Salah satu masalah klasik dari
rumah sakit milik pemerintah adalah rumah sakit itu selalu penuh. Kenapa?
Karena masyarakat berbondong-bondong datang ke sana untuk mendapat keringanan
atau klaim asuransi. Jika diasumsikan banyak orang datang ke rumah sakit
pemerintah, tentu rumah sakit akan semakin penuh. Daftar antrian layanan akan
semakin panjang. Maka wajar kiranya orang yang berduit lantas mampir ke rumah
sakit swasta dan mendapat penanganan lebih segera karena daftar antrian jauh
lebih sedikit.
Kasus
kedua, rumah sakit daerah merujuk pada rumah sakit pemerintah lainnya yang
lebih canggih.
Permasalahan yang muncul terletak pada komunikasi. Pasien yang
kurang bisa menangkap boleh jadi menganggap bahwa rumah sakit pertama menolak
dirinya dan melempar ke rumah sakit rujukan. Jika terjadi sesuatu dalam
perjalanan menuju rumah sakit rujukan, bukan tidak mungkin jika pasien itu
mengeluhkan rumah sakit pertama yang tidak memberikan tindakan. Masalah akan
bertambah lagi seperti kasus pertama bahwa rumah sakit rujukan otomatis menjadi
rumah sakit yang dituju lebih banyak pasien dan memiliki daftar antrian
panjang.
Sayangnya,
masyarakat tidak mau tahu itu. Yang namanya pasien pastilah hanya menginginkan
dirinya dirawat dengan cepat, tepat, dan tentunya selamat. Mungkin tidak
terpikir sama sekali bagaimana mekanisme manajemen yang terjadi. Tapi bagaimanapun
juga yang namanya prinsip harus dijunjung tinggi. Haram hukumnya menolak
pasien. Sekali menolak pasien, maka akan timbul satu kerusakan. Entah itu sakit
hati pada diri pasien, ketidakpuasan, dan lain sebagainya yang bisa merata dan
menyebar ke masyarakat lainnya.
Maka,
benar adanya bahwa dilarang menolak pasien yang datang kepada kita. Demi
kebaikan bersama, demi menjaga tak ada kerusakan selanjutnya.
Mbak, fk uns ya? Perkenalkan sy aulia ked hewan ugm, rncnya insya Allah sy jg mau pindah jurusan ke fk mbak, slh satu tujuan ke uns, bisa bg pngalaman ngg mbak pas kmrn ikut tesnya?
ReplyDeleteTerima kasih mbak.. :)
Mohon maaf sekali, lama tidak membuka blog dan tidak membalas komen.
ReplyDeleteSudah lewat ya tesnya. Maaf ya...
Pengalamannya biasa saja. Mungkin karena sudah kuliah di tempat lain, ketika test tidak terlalu mendapat beban. Insya Allah lebih tenang. Kalaupun jodoh, pasti diterima di fk. Kalaupun tidak, ya tidak masalah tinggal melanjutkan kuliah.
Good luck ya.. :)