Di catatan yang sudah lalu saya menceritakan bahwa seorang
dokter dituntut untuk pintar dan tahu segalanya. Ketika pasien tanya, dia harus
paham. Di note itu saya menuliskan bahwa seorang dokter muda masih bisa
berlindung di bawah ketiak residen dan residen mungkin masih bisa berlindung di
bawah ketiak dokter staff. Lalu bagaimana dengan dokter staff yang sudah
senior? Mau berlindung di ketiak siapa lagi?
Tadi pagi akhirnya saya menemukan jawabannya.
Tak ada ketiak siapapun di dunia kedokteran. Kami dituntut
untuk bisa hidup mandiri. Sekedar berlindung boleh saja, tapi tetap harus mau
maju perang juga. Apapun yang diujikan, dokter harus bisa menghadapi.
Seorang dokter tadi memberi tahu kepada kami, “Dua belas tahun
saya belajar ilmu penyakit dalam, tetap saja ada ilmu yang belum saya ketahui.
Apalagi dengan ilmu-ilmu spesialiasasi lain yang sudah tidak sempat untuk
diikuti. Ilmu terus berkembang. Lalu bagaimana?”
Akhirnya, dokter itu berkata, “Buatlah PR untuk dirimu
sendiri.” Ketika tidak tahu tentang sesuatu, langsung cari. Begitu juga ketika
ada kasus pasien yang terkesan baru. Hadapi semampunya, catat, lalu balas dendam
untuk dipelajari. Sekalipun residen atau dokter akan membantu menangani dan
membuat kita aman, tapi puaskan rasa ingin tahu itu dengan terus belajar. Begitu
pasien datang lagi maka kau akan merasa menang karena telah menaklukkan kasus
pasien tersebut.
Lebih lanjut dokter itu berkata, “Selagi PR itu
menggebu-nggebu dituliskan, segera cari. Mumpung mood sedang terbakar karena
merasa tertantang untuk bisa menaklukkan. Jika menunggu, bisa jadi mood itu
lenyap hingga akhirnya hanya akan menjadi tumpukan pertanyaan tak terjawab”
Dari cerita beliau di atas, saya disadarkan satu hal. Sampai
kapanpun manusia memang tidak akan bisa seratus persen pintar. Bukan berarti
karena manusia bodoh, tetapi karena ada beberapa penyebab. Salah satunya adalah
karena ilmu yang sedemikian luasnya. Mencari ilmu tak akan pernah ada habisnya.
Bahkan ilmu-ilmu yang diketahui manusia di dunia tak ada lebihnya dari satu tetes
air di samudra.
Ilmu manusia sebanyak apapun tetap saja masih ada ilmu Allah
yang menuntut untuk dicari. Maka, tak boleh ada kata lelah mencari ilmu. Tak
boleh ada istilah berlindung di bawah ketiak siapapun demi bergantung karena
malas menggali ilmu.
No comments:
Post a Comment