Ada sebuah kisah lucu buatan kakak-kakak tingkat 2006.
Ketika mereka lulus beberapa bulan yang lalu, mereka membuat sebuah video
berjudul Catatan Akhir Koas. Video itu menceritakan sekelumit kisah warna-warni
semasa koas. Salah satu scene dari video itu adalah panggilan sayang dari para
civitas rumah sakit, “Dek koas”. Meskipun panggilan sayang, tentu saja
panggilan ini tidak diucapkan dengan nada merayu. Seratus delapan puluh derajat
daripada itu, panggilan itu justru diteriakkan. Bahkan dalam video itu dibuat
sangat hiperbol dengan menggema dan menggaung hingga pelosok sudut rumah sakit.
Yah, namanya juga koas, singkatan dari co assistance, alias
asistennya asisten. Maka saya bilang di catatan pertama saya, kami adalah kasta
terendah di civitas rumah sakit. Seorang dokter mengilustrasikan kami adalah
keset alias alas kaki. Yang namanya alas kaki pastilah diinjak-injak. Siapa
yang menginjak? Bisa jadi yang menginjak adalah sepatu, yang dalam hal ini
adalah para residen, atau yang menginjak adalah kaki itu sendiri yang
diibaratkan sebagai dokter konsulen alias dokter spesialis. Meskipun miris,
waktu itu kakak tingkat berkata, “Setidaknya alas kaki lebih baik daripada
tanah di bawahnya, yaitu para preklinik”.
Percaya atau tidak percaya, kenyataan ini sepertinya akan
lebih baik jika dihadapi dengan lapang dada. Tentu tidak semua civitas rumah
sakit bersikap seperti itu. Layakny panggung sandiwara, ada peran antagonis dan
ada pula peran protagonist.
Salah satu peran antagonis yang akhirnya berdamai dengan
saya pernah berkata, “Saya bersikap seperti ini bukan karena mau membunuh kamu,
tapi biar kamu kuat. Masak mau jadi dokter lembek?”
Lalu seorang perang protagonist juga berkata, “Saya sih
percaya saja, siapa yang membantu orang lain pasti suatu saat akan dibantu.
Kalau sekarang saya memudahkan kamu, saya berharap saya suatu saat juga
dimudahkan sama Yang Di Atas”.
Pilihan mau menjadi peran antagonis atau protagonist, itu
terserah mereka. Yang jelas sejak awal pak direktur sudah berpesan, “Kalian
tidak sendiri. Jalin kerja sama dengan civitas yang lain mulai dari pegawai,
perawat, residen, dokter, konsulen, atau koas lain.”
Yup, kerja sama. Ini bukan rumah sakit milik satu orang.
Jadi mau tak mau memang harus kerja sama. Sebagai asistennya asisten, koas
memang harus membantu. Sekalipun ada makna yang perlu ditinjau ulang tentang konsep
membantu, suka atau tidak suka peran koas harus dijalankan.
Layaknya peran pembantu yang harus siap dalam keadaan apapun
dalam pertunjukan, koas pun harus siap dalam kondisi apapun untuk berkerja sama
dengan semua orang. Entah peran antagonis atau protagonist yang dihadapai di
depan, the show must go on!
No comments:
Post a Comment