Follow Us @soratemplates

Thursday, 18 April 2013

Dek Koas…!!!


Ada sebuah kisah lucu buatan kakak-kakak tingkat 2006. Ketika mereka lulus beberapa bulan yang lalu, mereka membuat sebuah video berjudul Catatan Akhir Koas. Video itu menceritakan sekelumit kisah warna-warni semasa koas. Salah satu scene dari video itu adalah panggilan sayang dari para civitas rumah sakit, “Dek koas”. Meskipun panggilan sayang, tentu saja panggilan ini tidak diucapkan dengan nada merayu. Seratus delapan puluh derajat daripada itu, panggilan itu justru diteriakkan. Bahkan dalam video itu dibuat sangat hiperbol dengan menggema dan menggaung hingga pelosok sudut rumah sakit.

Yah, namanya juga koas, singkatan dari co assistance, alias asistennya asisten. Maka saya bilang di catatan pertama saya, kami adalah kasta terendah di civitas rumah sakit. Seorang dokter mengilustrasikan kami adalah keset alias alas kaki. Yang namanya alas kaki pastilah diinjak-injak. Siapa yang menginjak? Bisa jadi yang menginjak adalah sepatu, yang dalam hal ini adalah para residen, atau yang menginjak adalah kaki itu sendiri yang diibaratkan sebagai dokter konsulen alias dokter spesialis. Meskipun miris, waktu itu kakak tingkat berkata, “Setidaknya alas kaki lebih baik daripada tanah di bawahnya, yaitu para preklinik”.

Percaya atau tidak percaya, kenyataan ini sepertinya akan lebih baik jika dihadapi dengan lapang dada. Tentu tidak semua civitas rumah sakit bersikap seperti itu. Layakny panggung sandiwara, ada peran antagonis dan ada pula peran protagonist.

Salah satu peran antagonis yang akhirnya berdamai dengan saya pernah berkata, “Saya bersikap seperti ini bukan karena mau membunuh kamu, tapi biar kamu kuat. Masak mau jadi dokter lembek?”

Lalu seorang perang protagonist juga berkata, “Saya sih percaya saja, siapa yang membantu orang lain pasti suatu saat akan dibantu. Kalau sekarang saya memudahkan kamu, saya berharap saya suatu saat juga dimudahkan sama Yang Di Atas”.

Pilihan mau menjadi peran antagonis atau protagonist, itu terserah mereka. Yang jelas sejak awal pak direktur sudah berpesan, “Kalian tidak sendiri. Jalin kerja sama dengan civitas yang lain mulai dari pegawai, perawat, residen, dokter, konsulen, atau koas lain.”

Yup, kerja sama. Ini bukan rumah sakit milik satu orang. Jadi mau tak mau memang harus kerja sama. Sebagai asistennya asisten, koas memang harus membantu. Sekalipun ada makna yang perlu ditinjau ulang tentang konsep membantu, suka atau tidak suka peran koas harus dijalankan.

Layaknya peran pembantu yang harus siap dalam keadaan apapun dalam pertunjukan, koas pun harus siap dalam kondisi apapun untuk berkerja sama dengan semua orang. Entah peran antagonis atau protagonist yang dihadapai di depan, the show must go on!


No comments:

Post a Comment