Manusia itu tidak sempurna, tapi dokter harus sempurna.
Mendengar kalimat di atas ketika di rumah sakit kemarin
membuat saya bergidik. Quote itu sedikit mengusik saya.
Kita pasti tahu bahwa manusia itu tidak sempurna. Meskipun
Allah menciptakan manusia sebagai makhluk dengan penciptaan sebaik-baiknya,
tetap saja manusia tidak akan mencapai label sempurna tanpa cela. Barangkali
ada kecacatan fisik yang dia punya. Barangkali ada kekurangan mental atau
intelektual pada dirinya. Mungkin juga ada sifat-sifat yang membuatnya terlihat
sama sekali tidak sempurna. Agaknya quote ini sudah banyak yang tahu dan bisa
jadi hampir semua setuju
Tapi, dokter harus sempurna? Saya sedikit tidak terima. Kalau
manusia saja secara aklamasi dibolehkan untuk tidak sempurna, mengapa dokter
tidak?
Kita sedikit bermain-main dengan diagram venn di sini, atau
permainan negasi di matematika dan bahasa Indonesia dulu. Kalimat pertama, dokter
adalah manusia. Kalimat kedua, manusia tidak sempurna. Bukankah seharusnya jika
digabungkan maka dokter tidak sempurnya? Jika dokter harus sempurna, sedangkan
manusia boleh tidak sempurnya, memangnya dokter itu bukan manusia?
Dokter adalah
manusia, bukan robot. Jika dokter adalah robot, tentu dia akan bisa menjalankan
semua prosedur sesuai dengan settingannya. Kemungkinan kesalahan bisa saja
lebih kecil, asalkan pengaturannya pun sudah benar.
Tapi, dokter bukanlah robot. Dokter punya hati yang bisa
merasakan. Dokter punya akal untuk berpikir dan mempertimbangkan. Sayangnya
dokter yang punya hati dan punya akal adalah sesosok manusia yang katanya
adalah gudang salah dan alpa. Lantas, jika memang tempatnya salah, bagaimana
akan sempurna?
Mungkin kalimat quote di atas bukan semata-mata menuntut
kesempurnaan dari seorang dokter. Jika dilihat dari sudut pandang lain, kalimat
tersebut justru bisa jadi bermaksud untuk mengajak dokter agar berusaha
semaksimal mungkin mendekati kesempurnaan. Seperti yang sudah dibahas di note
sebelumnya, seorang dokter diminta menjamin keselamatan pasien dan dituntut
untuk memberi manfaat dan bukan madharat. Maka, wajar kiranya jika kalimat itu
sedikit mendesak para dokter agar mau berusaha lebih demi mendekati label
sempurna.
Apakah itu suatu beban dan terkesan muluk-muluk? Rasanya
tidak juga. Asalkan nawaitunya mengabdi dan motivasinya berkah, insya Allah mau
dituntut seperti apapun akan ada kekuatan pertolongan Allah yang menyertai.
Karena Allah maha sempurna, boleh jadi label mendekati sempurna itu melekat
pada diri kita karena Allah membersamai kita. Insya Allah. Aamiin…
No comments:
Post a Comment