Follow Us @soratemplates

Monday 8 August 2011

Jika Seperti Binatang

Suka jika dikatai mirip binatang? Sebagian besar orang pasti menjawab tidak. Bayangkan saja, bagaimana bisa suka jika ada seseorang dengan nada kasar berteriak lantang pada kita, “Dasar ….(binatang)!” Hm, pasti tidak akan ada yang suka kan.

Yah, memang harus diakui. Nama binatang sering muncul ketika ada orang mengumpat. Seakan-akan binatang itu menjadi makhluk yang buruk, sampai-sampai orang yang membuat kita kesal dengan mudahnya kita samakan dengan binatang.

Padahal kalau mau kita pikirkan, binatang itu tidak salah apa-apa. Memang kodrat mereka seperti itu. Allah menciptakan mereka dengan kemampuan yang memang sebatas itu. Kalau seseorang diumpat dengan disejajarkan binatang sebagai pelampiasan kekesalan, jangan-jangan secara tersirat muncul rasa meremehkan pada makhluk ciptaan Allah itu.

Hm, bagaimana pun ciptaan Allah itu tetaplah sesuatu yang baik kan? Seandainya saja manusia mau melihat binatang dari sisi positifnya, bukan melulu melihat sudut pandang negatif yang muncul saat mengumpat saja. Padahal sebenarnya ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari para binatang itu.

Saya jadi teringat pengalaman saya waktu kelas 1 SMA dulu. Waktu itu, saya sedang diwawancarai kakak kelas untuk seleksi perwakilan pengurus OSIS dari kelas 1. Ada salah satu pertanyaan yang cukup menggelitik. Jika diibaratkan hewan, kamu ingin menjadi apa?

Waktu itu saya menjawab kuda. Mengapa? Karena kuda yang menarik pedati ibaratnya seorang pemimpin yang bisa menarik semua anggotanya. Tapi kuda yang menarik pedati tetap terikat dengan tali, yang ibaratnya seorang pemimpin yang tetap terikat dengan peraturan yang ada. Sehingga dia tidak asal memimpin, tidak asal menarik atau menyuruh anggotanya dengan semena-mena.

Begitu juga sekarang. Kalau saya ditanya, andai menjadi hewan, kamu berharap menjadi apa? Saya tanpa pikir panjang akan menjawab kupu-kupu. Yup, saya memang pecinta kupu-kupu. Alasannya sederhana. Kupu-kupu itu telah melewati proses metamorphosis yang lama. Awalnya dia sehina ulat. Menjijikkan, bikin gatal, ditakuti bahkan. Tapi dia memperbaiki dirinya, tirakat selama proses kepompong. Hingga akhirnya keluarlah dia sebagai kupu-kupu yang cantik. Yang terbang bebas ke sana ke mari, dicintai.

Nah, saya berharap menjadi kupu-kupu. Diri saya yang hina ini, berharap agar bisa selalu tirakat. Selalu melalui proses kepompong untuk memperbaiki diri. Hingga akhirnya bisa secantik kupu-kupu, menjadi penghuni surga di akhirat kelak.

Senada dengan filosofi kupu-kupu, seorang teman mengidentikkan dirinya dengan itik. Dia adalah itik yang berharap berubah menjadi angsa. Saat ini dia merasa masih menjadi itik, yang buruk rupa, tak bisa terbang, bau mungkin. Tapi dia berharap kelak menjadi angsa, yang berbulu halus, dan terbang dengan anggunnya ke angkasa.

Ada juga teman lain yang mengibaratkan dirinya sebagai binatang dengan harapan yang sederhana. Yang paling sering terdengar yaitu menjadi burung. Burung yang terbang tinggi, seperti manusia yang layaknya akan terus terbang tinggi untuk meraih mimpi. Atau seperti semut yang selalu setia kawan, bergotong royong, dan ramah pada sesama. Atau seperti beberapa hewan yang namanya tercantum dalam Al-Qur’an. Menjadi lebah yang menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk manusia.

Barangkali ada yang membantah, “Itu kan hewan-hewan yang netral. Mana ada orang mengumpat sambil berkata : Dasar kupu-kupu, dasar kuda, dasar semut, dasar lebah. Tentu akan aneh kan.” Hm, iya memang. Tapi hewan yang sudah akrab di telinga sebagai umpatan pun sebenarnya adalah hewan yang memiliki sisi positif juga.

Anjing misalnya. Tentu kita tahu, seekor anjing sering dipakai sebagai anjing pelacak. Tanpa pandang bulu mengendus setiap kejahatan dan menyergap para penjahat. Bukankah dalam hal ini menunjukkan bahwa seekor anjing juga memiliki sisi baik?

Terlebih lagi ada kisah menarik tentang anjing. Saat itu ada anjing yang kehausan dan hampir mati. Lalu lewat lah seseorang. Orang itu iba melihat anjing yang hampir sekarat. Lantas ia mengambil air dengan sepatunya dan memberi minum anjing tersebut lewat sepatunya. Apa yang terjadi? Berkat amalannya inilah, dia masuk surga.

Jadi, jangan meremehkan seekor hewan. Karena seterbatas apapun kemampuan seekor hewan, dia tetap memiliki suatu kelebihan yang bisa kita pelajari. Bukankah ada hadits yang mengatakan ada orang masuk surga karena seekor lalat dan ada seseorang masuk neraka karena seekor lalat pula. Bukankah remeh saja. Hanya karena seekor binatang kecil seperti lalat, bisa menentukan nasib kita kelak di akherat.

Maka, hati-hatilah terhadap binatang. Jangan remehkan. Karena bagaimana pun mereka juga makhluk yang Allah ciptakan.




No comments:

Post a Comment