Follow Us @soratemplates

Wednesday 17 August 2011

Team?

Ketika hidup berkelompok atau bersosial, tak jarang secara tidak langsung kita masuk dalam sebuah tim. Mungkin istilahnya hanya sebuah kelompok, atau mungkin dalam bentuk organisasi. Semuanya itu bisa dikategorikan sebagai sebuah tim. Tapi, tak jarang pula yang sudah terlibat dalam sebuah tim lalu berkata, “ini bukan sebuah tim.”

Saya kadang merasakan hal tersebut. Dalam setahun ini misalnya, kadang tugas kelompok bisa menjadi tugas individu. Namanya saja kelompok untuk mengerjakan tugas kelompok, sudah sewajarnya saling bekerja sama untuk mengerjakan tugasnya. Tapi nyatanya hanya segelintir orang yang bersedia mengerjakan. Waktu itu saya iseng menulis status “We need a team. Jika hanya beberapa yang berkorban dan yang lain tak peduli, mau jadi apa nanti. Kami bukan lilin yang tak pernah mati”.

Ya, kami bukan lilin yang tak pernah mati. Suatu waktu nanti, lilin pasti akan padam. Entah dalam jangka waktu dekat atau lama. Maka di sini butuh regenerasi. Sebuah tim tak selamanya kekal abadi. Pasti akan ada yang datang dan pergi. Tapi apakah dengan perginya anggota tim, berarti tim akan mati?

Tidak. Kenyataan itu saya sadari saat menonton film Team Medical Dragon 3 saat mengusir kebosanan menulis siang tadi. Sebuah film yang menceritakan tujuh orang dokter dan perawat yang bersatu menjadi sebuah tim operasi bedah jantung. Ketika ada seorang dokter yang goyah dan pergi dari tim, keenam orang tetap menjalankan tugasnya. Hingga ketika kepala tim jatuh sakit dan tak bisa turut andil, anggota lain harus tetap siap melakukan kewajibannya. Mengapa? Karena sebuah tim sesungguhnya tak akan berhenti meski ada anggota yang mengundurkan diri. Ya, itu kalimat yang saya pelajari dari serial film tadi.

Barangkali dalam kehidupan nyata, hal ini agak susah. Ketika seorang anggota pergi, tak jarang tim akan goyah. Kemungkinan terburuk, tim itu akan bubar. Kalau keadaannya begitu, berarti tim tadi belumlah pantas dikatakan sebagai sebuah tim. Karena sebuah tim tak akan berhenti meski ada yang mengundurkan diri.

Mengapa bisa begitu? Ada beberapa alasan setidaknya yang terlintas dalam pikiran. Pertama, karena masing-masing anggota tim memiliki tanggung jawab yang besar. Masing-masing sadar dengan tanggung jawabnya, demi tim. Sebuah perasaan memiliki tim tersebut telah terpupuk sehingga dia akan berusaha untuk menjaga keberlangsungan tim tersebut. Seadainya ada yang pergi, ia tak akan rela tim bubar. Maka ia akan berusaha bertanggung jawab dengan posisi yang ditinggalkan oleh anggota yang lain.

Alasan kedua, karena dalam tim ada sebuah kerja sama. Saya bilang kerja sama, bukan kerja bersama-sama. Ini berbeda. Ketika kita kerja bersama-sama, barangkali tidak ada pembagian kerja. Asal mengerjakan tugas saja secara bersama-sama. Tapi dengan kerja sama, tak sekedar dilakukan dalam waktu yang sama, melainkan ada sebuah pembagian kerja pada semua anggota. Sehingga masing-masing merasa penting, merasa harus bertanggung jawab, merasa dibutuhkan oleh tim. Hingga secara tidak langsung muncul rasa memiliki terhadap tim, muncul rasa berkorban, dan muncul rasa tanggung jawab itu sendiri.

Ketika ada seorang anggota yang pergi, dengan rasa tanggung jawab dan kerja sama yang telah terjalin, tak perlu khawatir dengan keberlangsungan tim. Tim akan tetap berjuang. Dengan anggota yang seadanya, dengan tanggung jawab bersama, dengan pembagian kerja sama yang baru. Bisa? Nyatanya bisa.

Di sini jelas, sebuah tim tidak melulu bergantung pada orang-orang yang menyusunnya. Kalau kita belajar dari tim sepak bola, sebuah tim yang bertabur bintang belum tentu akan memenangkan pertandingan. Sebaliknya sebuah tim yang mungkin menengah saja kemampuannya, tetap akan terlihat memukau jika ada kerja sama antar pemainnya. Sebuah kerja sama yang tercipta karena masing-masing anggota merasa memiliki tanggung jawab yang sama untuk mencapai tujuan. Kemenangan tim itu tak semata-mata terjadi berkat keahlian penyerang. Percuma penyerang memiliki kesadaran tanggung jawab tinggi jika penjaga gawang tak merasa perlu bertanggung jawab dengan tujuan kemenangan. Begitu juga seandainya ada anggota tim yang harus mendapat kartu merah dan keluar dari lapangan. Bukan berarti tim itu akan kalah atau memutuskan untuk bubar. Asalkan ada pembagian tugas yang baru, saling melengkapi untuk mengisi kekosongan posisi, tak mustahil jika tim itu tetap bisa meraih kemenangan.

So, rasa tanggung jawab dan kerja sama itu kuncinya. Sebuah tim akan sukses jika orang-orangnya memiliki rasa tanggung jawab dan mau bekerja sama. Bagaimana itu bisa terwujud? Mulailah dari diri kita sendiri. Sudahkah kita menanmkan tanggung jawab dan mau bekerja sama dengan orang lain di tim kita?





No comments:

Post a Comment