Begitu aku masuk ke BTN, aku duduk di ruang tunggu yang tak terlalu luas itu. Penuh, semua kursi tunggu terisi. Beruntung masih ada satu kursi di dekat tempat penulisan formulir. Duduklah aku di sana, sambil menunggu antrian di bagian customer service.
Waktu hampir menunjukkan pukul 12 siang. Beberapa bapak-bapak sudah mulai gelisah karena akan berangkat sholat Jum’at. Demikian juga dengan pak satpam yang bertugas membukakan pintu sekaligus merangkap sebagai bagian informasi bagi para nasabah. Bapak satpam itu pun memutuskan pergi. Dia menitipkan nomor antrian pada teller. Bapak polisi yang berjaga di luar juga melakukan hal yang sama. Mereka berdua berpamitan pada mbak-mbak penjaga teller untuk berangkat sholat Jum’at dulu.
Dan peristiwa mendebarkan itu pun terjadi.
Seorang laki-laki tampan melangkah masuk. Dia datang bersama dua orang wanita. Yang satu masih muda, yang satu lagi sudah beranjak masa tua. Menatap laki-laki itu masuk, hatiku seketika berdebar. Sungguh dia sangat tampan. Tapi bukan ketampanannya yang mempermainkan debar dalam dadaku, tapi sesuatu yang dia bawa seketika mengubah ritme jantungku.
Laki-laki itu membawa senapan.
Sebisa mungkin senapan itu disembunyikannya. Tapi aku sudah terlanjur melihatnya. Ketiga orang itu bertampang bingung. Entahlah, mereka benar-benar bingung atau pura-pura bingung. Kedua wanita itu lantas menuju meja pengisian lembar formulir yang ada di samping kananku. Sedangkan laki-laki yang wajahnya tampan itu masih berputar-putar di dekat meja teller. Seakan mengamati keadaan sekitar.
Laki-laki tampan itu akhirnya menghampiri kedua wanita yang ada di meja pengisian formulir. Aku makin berdebar saja. Jantungku berdetak tak karuan. Sungguh malang buatku. Kini kursi di samping kananku kosong. Kursi satu-satunya yang kosong saat itu. Sepertinya laki-laki itu mengincar tempat duduk di sampingku.
Matanya menatapku. Aku hanya melihatnya sekilas dengan dada berdebar. Sejenak dia berbisik-bisik dengan kedua wanita yang datang bersamanya. Lalu ia benar-benar menghampiriku. Dia mulai bersikap tak wajar.
Tak ingin sekedar menduduki kursi di sampingku, dia justru seakan ingin menarik perhatian semua orang yang ada. Dia menginjakkan kakinya ke kursi. Dia berdiri di atas kursi. Dan aku hanya menganga di sampingnya, kaget melihat tingkahnya.
Lalu, dikeluarkannya senapan yang ia bawa. Orang-orang mulai melihatnya. Duh, aku makin berdebar. Bagaimana ini? Pak satpam tak ada. Pak polisi pun pergi juga. Aku hanya komat-kamit berdoa.
Ujung senapan itu mulai dimain-mainkan. Mulai diarahkan ke sana ke mari. Tiba-tiba, ujung senapan itu mengarah padaku. Tapi hanya sekejap. Dan selanjutnya? Senapan itu justru mengarah pada dirinya.
Mulutnya terbuka, ujung senapan itu justru hampir masuk ke mulutnya.
Seorang wanita menjerit.
“Kotor, ga boleh dimasukin ke mulut!” Kata wanita tua yang tak lain tak bukan adalah nenek yang menghalau aksi nakal cucu tampannya.
*peace… ^^V
No comments:
Post a Comment