Follow Us @soratemplates

Monday 11 July 2011

Ih…, Cengeng

Barangkali, ada yang berkomentar begitu ketika melihat orang menangis. Kalau seorang bayi atau anak kecil, mungkin akan wajar sekali. Jika seorang wanita yang menangis,barangkali muncul rasa iba di hati. Tapi, jika pria yang menangis, apakah tetap dianggap tak ada masalah sama sekali? Rasanya terdapat sebuah dogma kalau laki-laki pantang menangis. Laki-laki haruslah kuat dan tak pantas untuk menangis. Ah, peraturan macam apa itu? Apakah lelaki menangis adalah hal yang memalukan?

Saya pernah melihat bapak saya menangis. Waktu itu, saya masih kelas 2 SMP. Bapak akan berangkat naik haji hari itu. Saya dipanggil ke kamar, diberi pesan ini itu, termasuk jika terjadi sesuatu. Saya menangis. Saya ingat benar, bapak saya berkata, “Bapak percaya, kakak itu anak yang kuat.” Saya melihat, bapak saya menangis. Atau lebaran tahun lalu misalnya. Adik laki-laki saya yang cueknya luar biasa ternyata bisa juga berkaca-kaca ketika sungkem pada bapak ibu. Mereka menangis dan bagi saya itu bukan hal yang memalukan.

Sayang sekali, kenapa perkara menangis dikaitkan dengan perbedaan gender. Hal yang sebenarnya umum tapi terlanjur terkotak-kotakkan dengan perbedaan jenis kelamin. Bermain boneka itu khas wanita, sepak bola itu laki-laki, dan masih banyak lagi. Padahal semua itu adalah hal yang asasi, tak ada larangan sama sekali. Apa salahnya pria menangis? Toh, saat mereka lahir pertama kali, mereka semua juga menangis.

Menurut saya, justru lebih menyedihkan pria yang tidak pernah menangis dibandingkan pria yang pernah menangis. Coba tanyakan pada hatinya. Apakah hatinya sekeras batu hingga tidak pernah merasa empati sedikit pun? Pria yang menangis justru membuktikan bahwa dia masih memiliki hati, masih memiliki perasaan, masih mau berempati.

Ah, untuk apa laki-laki menonjolkan perasaannya? Seperti perempuan saja. Barangkali ada yang berceloteh begitu. Hm, lagi-lagi terkotakkan oleh gender. Lihat saja, bukankah hati yang baik adalah hati yang lembut dan bukan hati yang keras dan bebal yang tidak bisa merasa lagi? Bukankah tujuan membaca Al-Qur’an, beribadah, menuntut ilmu adalah untuk melembutkan hati? Jadi, mengapa takut dicap berhati lembut seperti wanita jika hati yang lembut adalah hati yang sempurna.

Mungkin masih saja ada yang menyangkal. Kalau sekali dua kali, boleh lah. Tapi kalau sudah setiap hari, sungguh itu cengeng sekali. Benarkah? Lihatlah Rasulullah SAW. Beliau sholat dengan menangis. Ruku sambil menangis. Sujud menangis, dan bangkit lagi tetap dengan menangis. Lihat juga Abu Bakar Ash-Shidiq yang menangis setiap malam karena merasa belum berbuat apa-apa demi Islam. Sungguh kah kedua orang mulia tersebut memalukan, dicap orang cengeng, atau disamakan dengan wanita? Tidak.

Ah, beliau menangis karena bermuhasabah. Wajar kalau menangis saat introspeksi diri. Toh, tidak ada orang yang melihat. Tak ada orang-orang yang akan menjuluki cengeng. Coba bandingkan dengan orang yang melihat sesuatu mengharukan sedikit, lalu menangis. Orang yang mendengar hal indah atau memilukan, langsung menangis. Bahkan menangis di depan orang lain. Apakah pria seperti itu tidak kelewat cengeng? Begitu kah? Coba lihat Umar bin Khattab. Beliau tak malu menangis di depan orang lain. Ketika beliau mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an, beliau menangis di depan adiknya. Suatu ketika beliau mengunjungi Rasulullah SAW dan melihat Rasul tidur di tikar usang hingga membekas di tubuhnya, Umar bin Khattab menangis. Beliau mudah terharu. Apa lantas disamakan dengan cengeng? Tidak. Umar justru tetap dikenal sebagai panglima yang keras dan tak kenal ampun pada musuh.

Maka, lihatlah. Pria-pria pilihan Allah SWT sama sekali tak takut untuk menangis. Justru barangkali beliau akan takut jika sudah tidak bisa menangis. Saat hati sudah keras dan tak ada kepekaan lagi. Bukankah ini justru bahaya. Patut lah khawatir apakah hidayah masih bisa mampir. So, menangislah wahai pria, karna tangismu melembutkan jiwa.



2 comments:

  1. Anonymous22 July, 2011

    tulisan yg bagus. tapi kenapa ada kesan seolah olah tdk setuju dgn perbedaan gender. lbh cnderung menyamakan antara wanita dan pria.
    ....padhl hal itu tdk sesuai dgn ajaran agama....

    ReplyDelete