Ada sebuah lelucon kecil antara saya dengan kawan saya yang sama-sama alumni SMA 1 Solo. Kurang lebih kelakar kami begini, “Anak SMA 1 dan SMA 3 itu beda sekali. Kalau anak SMA 1, H-1 ujian mungkin baru buka buku. Tapi kalau anak SMA 3, H-seminggu sudah ribut minta ampun tidak paham ini itu.” Hm…, menarik.
Sebagai warga alumni SMA 1, saya mengiyakan itu. Entah mengapa, apa iklim SMA 1 yang santai atau karena kami semua yang kebetulan berkarakter sama. Tapi memang begitulah adanya. Dalam minggu ujian, kadang saya masih santai menyelesaikan proyek ini itu. Pernah ada satu blok yang dianggap sebagai neraka karena kakak tingkat selalu mencetak rekor remidi terbanyak di blok itu. Saat H-1 ujian blok tersebut, semua teman sudah ribut sekali. Awalnya saya santai-santai saja, tapi begitu melihat teman-teman saya yang panik, saya jadi ikutan panik. Bayangkan saja, tidak ada 24 jam lagi ujian dan saya belum membaca materi-materinya. Sedangkan teman-teman saya sudah saling diskusi ini itu, saling menguatkan agar pasrah jika memang harus remidi. Begitu saya pulang ke rumah, saya tekadkan begini. “Tenang, kamu punya ritmemu sendiri.”
Akhirnya, malam itu saya matikan HP agar tidak terganggu teman-teman yang sudah pada ribut. Saya tak peduli bagaimana besok, yang pasti saya punya cara sendiri untuk kebut semalam melahap materi-materi susah ini. Saat ujian pun, saya pasrah luar biasa. Usaha semaksimal mungkin. Dan Alhamdulillah, saya lolos dari undangan angkatan yaitu remidi blok tersebut.
Terlepas dari benar atau salah cara saya belajar, masing-masing dari kita sudah memiliki cara belajar sendiri-sendiri. Mungkin teman saya yang SMA 3 akan menangis darah kalau H-1 ujian belum pegang materi sama sekali. Tapi, bagi penganut sistem kebut semalam seperti saya dan anak-anak SMA 1 lainnya, kami bisa tenang-tenang saja. Mungkin, teman-teman saya yang anak SMA 3 akan geleng-geleng kepala dan berkata begini, “Kok bisa sih? Memangnya ga deg-degan? Ga takut kalau materinya ga selesai dipelajari?” Saya sendiri justru menolak itu mentah-mentah.
Bukan berarti saya mendukung kemalasan dan menganjurkan untuk belajar H-1 saja, tapi yang terpenting di sini adalah belajar sesuai ritme kita sendiri. Kalau saya mengikuti ritme teman-teman saya yang heboh pada saat itu, mungkin saya akan tergesa-gesa dalam belajar. Saya hanya bertarget untuk segera selesai melahap semua materi itu. Tapi, saya menguatkan diri untuk tenang dan mempertahankan ritme saya sendiri. Saya tetap pelan-pelan membaca, memahami sedikit demi sedikit, dan dengan begitulah ilmu itu benar-benar dipahami di otak.
Kita sudah sama-sama belajar belasan tahun. Sudah pernah mengalami ujian belasan tahun dan sudah mempersiapkan ujian belasan tahun juga. Tentunya kita punya kebiasaan tersendiri. Kalau memang harus diulang-ulang, dipersiapkan jauh-jauh hari, mungkin itulah yang terbaik. Tapi, kalau saya memang sudah terbiasa dengan situasi mendesak seperti itu, mungkin tak masalah kalau memang harus begini.
Sekarang, kalau H-1 ujian saya berkata, “Aku malah belum belajar tentang itu,” teman dekat saya pasti akan menjawab, “As usual. Memang itu gayamu.” So, tenanglah. Just the way you are. Kamu punya ritmemu sendiri.
hmm,, iya ya mb.. tapi sepertix aku bukan tipikal seperti itu.. pakai proses n preparations.. =)
ReplyDeleteiya dek. preparationmu keren kok. Allah juga melihat prosesnya. Percaya aja, pasti Allah juga akan memberikan hasil yang baik.
ReplyDeletehahahahahah,,, as usual...memang begitu adanya kami.Yosh!
ReplyDeletetapi pingin juga nyoba persiapan kaya mereka nit. pernah nyoba dan sukses. tapi setelah itu, energi benar-benar habis. berasa kaya terkuras dan tidak ada energi persiapan di blok selanjutnya. haha..
ReplyDeletehha =)
ReplyDelete