Follow Us @soratemplates

Monday 25 July 2011

Khas!

Setiap orang itu memiliki ciri khas. Tak ada manusia yang benar-benar sama. Bahkan kembar identik sekalipun. Satu gen saja, pasti ada yang berbeda. Saya menyadari kenyataan itu secara tidak sengaja selama liburan ini. Sebuah ciri khas yang saya pelajari setelah mengamati para pedagang yang lalu lalang di sekitar rumah setiap hari. Untuk bisa membuat dagangannya laku, para pedagang itu memiliki cara yang khas untuk menawarkan. Mungkin karena saya hobi jajan, terlebih keunikan yang mereka miliki, membuat saya teringat betul dengan cara mereka.

Ada yang memanfaatkan volume suaranya. Seperti ibu penjual karak, dengan berkata “Eee…karak buuu…” dengan huruf e panjang, dari nada rendah ke tinggi. Hingga kadang saya dan adik saya usil berkata, “Tuh, mbak eka lewat.” Atau penjual keripik singkong manis yang dengan suara cemprengnya, atau memang sengaja dibuat cempreng, berteriak-teriak “keruipuik...” dengan penyangatan pada suku kata ‘ri’ dan ‘pik’.

Ada juga pedagang yang menghemat energinya. Tanpa harus berteriak-teriak, cukup dengan membunyikan alat-alat yang mereka miliki. Seperti penjual es dong-dong yang cukup membunyikan semacam bonang kecil di sepanjang jalannya. Atau penjual bubur ayam yang mengadu sendok dengan piring sesekali waktu. Ada juga yang menggunakan sebilah bambu kecil, yang diadu dengan bambu lain hingga berbunyi “tik tok tik tok” tanda penjual bakso malang lewat.

Untuk skala besar dan sudah bermerk, masing-masing juga punya cara khas untuk memanggil pelanggannya. Seperti sari roti dengan “sari roti…, roti sari roti”. Jelas berbeda dengan roti karisma yang menggunakan sedikit nada, “tuuulilu lilu liluuut tilu lilu lilu lilut tut tulilulilut…, roti kaaa-risma bakery.” Atau pedagang susu, “susu murniii… nasional…”. Dan masih banyak lagi.

Kalau dipikir-pikir sepertinya itu hal yang sederhana. Asal bisa memberitahukan orang di jalan kalau mereka sedang berjualan barang tertentu. Tapi, cara menawarkan yang berbeda-beda itu ternyata justru menjadi ciri khas dan membawa nilai lebih bagi mereka. Kita jadi lebih mudah ingat barang apa yang mereka jual. Tentunya karena kita mengingat keunikan tersebut.

Seandainya tidak ada keunikan tersendiri, orang-orang tentu akan bingung. Misal saja ada orang yang ingin beli bakso malang. Begitu ada penjual yang lewat dengan bunyi “tik tok tik tok”, dihadang lah penjual itu. Eh, ternyata, penjual itu menjual roti, atau barang lain misalnya. Tentu pembeli akan kecewa.

Peristiwa itu pernah saya alami. Waktu itu saya dan adik ingin beli siomay. Suara penjual siomay adalah menggunakan bel yang terdengar “toet toet”. Sayangnya, suara itu tidak milik penjual siomay semata. Ada penjual bakso kojek atau cilok, ada juga penjual donat dan gembukan, bahkan penjual burger keliling. Waktu ada bunyi toet-toet dari belakang rumah, kami berteriak “Pak, siomay depan ya…”. Ditunggu beberapa saat, penjual siomay tak kunjung tiba. Eh, ternyata itu penjual burger. Pernah juga waktu duduk-duduk di depan rumah. Dari kejauhan terlihat penjual naik sepeda motor dengan gerobak kecil di boncengannya, plus khas bunyi “toet…toet…”. Saya dan adik segera memanggil. Kehendak hati ingin membeli siomay. Ternyata, yang datang adalah penjual bakso kojek. Hm…

Ternyata, sebuah ciri khas itu penting juga. Dalam segala hal, saya kira. Contohnya seorang dokter. Seorang spesialis tentu terlihat lebih khas daripada dokter umum. Ada ilmu yang benar-benar mumpuni dia kuasai. Hingga orang bisa tuntas jika butuh berkonsultasi dengannya.

Demikian juga dalam hal seni. Menulis, menyanyi, melukis, atau segala kegiatan lainnya. Seorang penulis yang memiliki ciri khas, pasti akan lebih mudah dikenali. Itu lho Sherlock Holmes, yang jagonya cerita-cerita detektif. Membuat orang terdogma bahwa jika butuh cerita detektif, cari saja serial Sherlock Holmes. Atau dalam hal menyanyi. Itu lho Didi Kempot, yang eksis dengan lagu campur sarinya.

Yup, memang dengan memiliki ciri khas lah diri kita akan dikenal. Yakin lah, kita pasti memiliki ciri khas. Karena pada dasarnya tidak ada orang yang benar-benar sama. Masalahnya, kadang orang sering menganggap semua orang itu sama. Misalnya, kita yang sebenarnya unik dan khas ini, tidak terlihat kekhasan dan keunikannya, lalu dianggap sama saja dengan orang lain yang tidak memiliki sifat khas dan unik itu. Tak terima? Harus! Karena kita berhak untuk tampil beda. Berhak untuk dikenal, bahkan dikenang, dengan ciri khas yang kita punya.




No comments:

Post a Comment